Ahli Toksologi Unair: Rokok Elektrik Rendah Risiko Kesehatan

Baca Juga

MINEWS, SURABAYA – Benarkah rokok elektrik alias vape sangat berbahaya dan berisiko tinggi menyebabkan kematian? Pertanyaan itu pun langsung dijawab ahli toksikologi dari Universitas Airlangga, Shoim Hidayat.

Menurut dia, vape dan produk tembakau alternatif lainnya justru memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok. “Publik masih menganggap produk tembakau alternatif lebih berbahaya daripada rokok. Hal itu adalah sebuah penyimpulan yang tergesa-gesa, apa dasarnya?,” kata Shoim di Surabaya, Rabu 27 November 2019.

Publik pun seperti tergesa-gesa memvonis rokok elektrik memiliki risiko penyakit mematikan bagi manusia. Apalagi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto hingga kini masih enggan berkomentar soal vape.

Alasannya, kata dia, kajian ilmiah yang komprehensif dan informasi yang akurat tentang produk tersebut masih minimal di Indonesia. Justru produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok, karena tidak terjadi proses pembakaran.

Sebagai contoh, produk tembakau yang dipanaskan memanaskan batang tembakau asli pada suhu tertentu sehingga tidak menghasilkan asap, melainkan non-smoke aerosol (kabut).

Asap yang dihasilkan dari pembakaran rokok, lanjut dia mengandung partikel karbon dan lebih dari lima ribu senyawa mikropartikel padat. Jumlah total partikel padat tersebut setelah dikurangi kadar air dan nikotin (TAR).

Sedangkan pada produk tembakau yang dipanaskan, lanjut dia bahan kimia yang terkandung, terutama senyawa organik dan air akan menguap ketika dipanaskan. Uap tersebut akan terkondensasi menjadi partikel cair dan membentuk kabut.

“Jika mengacu pada pengertian TAR seperti yang disebutkan diatas, maka produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR,” katanya.

Dia menyebutkan kajian ilmiah yang komprehensif mengenai vape masih harus dikembangkan, khususnya di Indonesia. Lebih baik lagi jika dilengkapi dengan penelitian yang sifatnya berbasis populasi.

Dalam kaidah toksikologi, Shoim mengemukakan seluruh bahan kimia, termasuk asap rokok, makanan minuman dan lainnya, hakikatnya adalah racun. “Hanya dosis yang dapat membedakan apakah bahan kimia tersebut berperan sebagai racun atau sebagai obat jika masuk ke dalam tubuh,” kata dia.

Lantaran memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah, Shoim menambahkan Selandia Baru memanfaatkan rokok elektrik untuk mewujudkan program “New Zealand Smokefree 2025”.

Menurut dia, kuatnya dukungan Selandia Baru terhadap rokok elektrik ditunjukkan dengan diizinkannya produk tersebut dijual di seluruh apotek di negara tersebut.

“Selandia Baru sudah selangkah di depan menggunakan produk tembakau alternatif untuk mengatasi masalah rokok di negaranya, sementara Indonesia masih berkutat dengan pro dan kontra. Bapak Menkes harus segera melakukan gebrakan nyata dengan melakukan kajian ilmiah yang komprehensif dengan menggandeng semua pemangku kepentingan untuk hasil yang menyeluruh,” kata dia.

Berita Terbaru

DBD dan Leptospirosis Ancam Warga Jogja di Musim Hujan, Dinkes Tekankan Hal Ini

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menjelang musim hujan yang tiba pada Oktober 2024, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja mengimbau masyarakat agar waspada terhadap peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Leptospirosis. Hingga saat ini, sudah tercatat ratusan kasus DBD tersebar di hampir seluruh kelurahan di Jogja.
- Advertisement -

Baca berita yang ini