MATA INDONESIA, JAKARTA – Tantangan baru dalam dinamika aksi teror selalu berkembang seiring berjalannya waktu. Salah satu metode yang saat ini menyita perhatian yaitu Cyber Terrorism atau Terorisme Siber. Dalam hal ini, teroris tidak memerlukan sebuah aksi kekerasan untuk menghancurkan, namun lebih kepada pengoptimalan teknologi informasi.
Menurut Sarah Gordon dan Richard Ford dari Symantec, fenomena terorisme siber diartikan sebagai sebuah penggunaan teknologi informasi oleh kelompok teroris atau individu untuk mencapai tujuan atau kepentingannya. Sejumlah wujud ancamannya bisa berbentuk penyebaran virus dalam komputer hingga melakukan hacking pada sistem komputer.
Metode ini digunakan karena biayanya yang murah dan lebih mudah untuk menjangkau teroris yang berada di berbagai macam tempat. Maka tidak heran bila penggunaan internet dan teknologi informasi digunakan untuk melakukan propaganda dan menggalang pendanaan untuk terorisme.
Terutama di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, ancaman terorisme melalui ruang siber semakin masif. Menkopolhukam Mahfud MD pernah mengingatkan bahwa tantangan tahun 2021 ini, ancaman terorisme harus diperhatikan.
“Harus hati-hati karena ekskalasi akan meningkat dengan teknologi digital,” kata Mahfud.
Bahkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar juga pernah mengingatkan bahwa kelompok teroris tidak akan berhenti di tengah pandemi Covid-19.
Teroris justru memanfaatkan masa pandemi untuk menyebarluaskan narasi hingga melakukan rekrutmen hingga penggalangan dana.
“Saat pandemi banyak negara menutup perbatasan dan membatasi pergerakan, tapi kelompok teroris tidak diam, mereka memanfaatkan pandemi ini untuk menyebarkan narasi, melakukan rekrutmen dan menggalang dana,” kata Boy.
Ancaman terorisme siber tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini terbukti dari pemaparan Analis Utama Intelijen Densus 88 Antiteror Polri Brigjen Pol Ibnu Suhendra yang menegaskan bahwa kondisi ketidakpastian selama pandemi inilah yang dimanfaatkan teroris untuk menarik pengikut baru.
“Kelompok teroris melihat krisis pandemi itu sebagai peluang untuk mendapatkan lebih banyak perekrutan, dukungan, simpatisan, untuk menyerang lebih keras,” kata Ibnu.