Sphinx: Makhluk Mitos Percampuran Mesir Kuno vs Yunani

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kalau membicarakan Mesir pasti yang terbayang bukan hanya piramida tapi juga Sphinx. Biasanya seperti patung besar dengan kepala manusia dan berbadan singa. Tapi, ternyata Sphinx punya berbagai versi, lho. Salah satunya versi Yunani.

Untuk asal muasal berasal dari Mesir sekitar tahun 2575 SM atau lebih awal lagi. Gayanya dengan janggut palsu yang biasa kita lihat. Para peneliti mengasumsikan kalau mereka di cat merah, biru, dan kuning.

Wajahnya? Kemungkinan besar terinspirasi dari Khafre, anak Khufu. Wajah ini yang jadi referensi Sphinx berikutnya.

Fungsi patung ini dalam mitos Mesir adalah sebagai pelindung. Kalau diperhatikan, inilah kenapa mereka didirikan di dekat kuil atau makam raja. Seperti Sphinx yang ada di dekat Piramida Agung.

Mereka juga terkaitkan dengan Ra/Re (Dewa Matahari). Dan fungsinya untuk melawan musuhnya. Beberapa sumber juga mengasumsikan bahwa sebenarnya binatang ini sebagai sesaji untuk Dewa.

Sebenarnya asal muasalnya masih rancu. Dulu ada tablet yang ditemukan diantara kaki Sphinx. Isinya bercerita tentang seseorang bernama Thutmose yang mimpi bertemu Sphinx. Ia berjanji kepada Thutmose kalau ia akan menjadi Firaun dengan mengikuti instruksinya.

Sphinx ini dianggap bentuk lain dari Horemakhet juga, sang Dewa Pagi Hari. Tapi entah hal ini asal usulnya atau bukan masih dipertanyakan. Apalagi, berbagai tablet tidak ditemukan sampai sekarang.

Nah, kalau versi Yunani berbeda drastis. Mereka digambarkan kejam dan jahat—sama sekali bukan pelindung. Menurut Yunani, Sphinx adalah anak dari Orthus, Echidna, dan/atau Chimera. Jadi, ia digambarkan sebagai monster.

Mereka juga digambarkan suka teka-teki. Hal ini diperlihatkan dalam kisah Oedipus yang bertemu mahluk ini. Kalau Oedipus bisa menjawab teka-teki dari makhluk ini, maka mahluk ini akan mati. Kalau ia gagal, maka Oedipus akan dimakan.

Pertanyaannya tidak asing: “makhluk apa yang punya satu suara tapi bisa jadi berkaki empat, berkaki dua, dan berkaki tiga?” tanya Sphinx. Oedipus dengan mudah menjawab, “manusia.”

Maksudnya, manusia yang merangkak saat bayi dianggap berkaki empat, lalu berjalan dengan dua kaki saat dewasa, dan menggunakan tongkat ketika mereka menua.

Konon katanya, mahluk ini kemudian loncat untuk bunuh diri setelah mendengar jawaban Oedipus. Tapi, di versi lain, ia dibunuh.

Lalu, kenapa Sphinx bisa begitu berbeda kisahnya? Sebenarnya, jawabannya nggak pasti. Tapi, beberapa berasumsi bahwa hal ini terjadi karena adanya jarak yang sangat besar antara sejarah Mesir dan Yunani.

Seorang sejarawan Yunani datang ke Mesir dan ingin membawa pulang kisah Sphinx. Tapi apa daya, dia menemukan kisah Sphinx sekitar 2000 tahun setelah Sphinx muncul dan berbagai tabletnya tidak ditemukan. Ia juga kesulitan menerjemahkan Hieroglyphs yang ada.

Maka dari itu, Yunani hanya mengadopsi bentuk dan ide tentang Sphinx saja, tidak dengan sifat-sifatnya.

Tapi, apapun itu, Sphinx masih menjadi bukti kehidupan masa lalu yang hebat. Walau versinya berbeda-beda, Sphinx masih menarik untuk dipelajari, terlebih tentang asal usul kisahnya.

Penulis: Deandra Alika Hefandia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini