Oleh : Samuel Christian Galal )*
Perjudian online atau yang sering disebut judol telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Praktik ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga menghancurkan tatanan sosial dan perekonomian bangsa. Dalam menghadapi ancaman ini, peran aktif masyarakat menjadi kunci utama untuk memberantasnya.
Tanpa keterlibatan aktif dari masyarakat, upaya pemerintah dan aparat hukum akan sulit mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, saatnya kita semua, sebagai bagian dari komunitas yang peduli, bergerak bersama untuk memerangi bahaya judol yang semakin mengakar di berbagai lapisan masyarakat.
Langkah-langkah kecil yang dimulai dari diri sendiri, seperti menghindari klik pada iklan mencurigakan hingga menyebarkan edukasi di lingkungan sekitar, dapat menjadi awal yang berarti. Tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah atau aparat hukum, perang melawan judol membutuhkan sinergi dari berbagai elemen, termasuk tokoh agama, komunitas anak muda, hingga pemerintah daerah. Ketika semua pihak bersatu, peluang untuk menghapuskan praktik ini dari kehidupan masyarakat semakin besar.
Direktur Pengelolaan Media Ditjen Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Nursodik Gunarjo, memberikan peringatan keras mengenai bahaya mengklik iklan judi online. Menurutnya, iklan semacam ini tidak hanya merugikan secara materi tetapi juga membahayakan keamanan data pribadi.
Sekali seseorang mengklik iklan tersebut, algoritma mesin akan merekam data pengguna, yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang merugikan. Bahkan jika iklan itu dihapus, pola serupa akan muncul kembali dalam berbagai bentuk lainnya.
Kemkomdigi sendiri telah mengambil langkah signifikan dengan menutup lebih dari 5,3 juta akun judi online sejak 2017 hingga akhir 2024. Namun, langkah ini belum cukup menghentikan laju penyebarannya. Masalahnya adalah akun-akun tersebut terus bermunculan kembali dengan nama baru, dikendalikan dari jarak jauh oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Data terbaru menunjukkan lonjakan signifikan di tahun 2024, di mana jumlah akun yang ditutup mencapai 3,6 juta, meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah dampak judi online terhadap berbagai kelompok usia. Dari data yang ada, pemain judi online terbanyak berada pada rentang usia 30-50 tahun, dengan jumlah mencapai 1,84 juta orang.
Sementara itu, usia di atas 50 tahun tercatat sebanyak 1,35 juta pemain, dan usia 21-30 tahun sebanyak 520 ribu. Yang lebih menyedihkan adalah keterlibatan anak-anak di bawah usia 10 tahun, dengan jumlah mencapai 30 ribu anak. Fenomena ini menjadi peringatan keras bagi para orang tua untuk lebih waspada terhadap perubahan perilaku anak-anak mereka.
Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, juga menegaskan pentingnya peran masyarakat dalam memerangi judi online. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama membumihanguskan segala bentuk perjudian, baik online maupun konvensional.
Menurutnya, judi online tidak hanya merugikan individu tetapi juga tatanan sosial secara keseluruhan. Kerugian ekonomi akibat praktik ini sangat besar, dengan nilai transaksi yang mencapai Rp360 triliun selama periode 2023-2024.
Cucun menyoroti bahwa judi online bersifat adiktif, sehingga sulit untuk dihentikan hanya melalui pendekatan hukum. Ia percaya bahwa edukasi dan kampanye anti-judi harus dimulai dari lingkungan terkecil, seperti keluarga, dan melibatkan masyarakat luas. Dalam upayanya, ia bahkan mengusulkan agar para pendakwah, kiai, dan ajengan ikut menyuarakan bahaya judi online melalui berbagai majelis keagamaan.
Ia juga menyerukan pemerintah untuk menunjukkan komitmen politik (political will) yang kuat dalam memberantas masalah ini, sebagaimana Indonesia pernah berhasil menghentikan sistem sumbangan dana sosial berhadiah (SDSB) di masa lalu.
Tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda) juga diharapkan berperan aktif dalam menangani masalah ini. Anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya, menegaskan bahwa pemda harus bekerja sama dengan aparat penegak hukum, TNI, dan organisasi masyarakat untuk mengatasi maraknya judi online.
Ia juga menyarankan agar anak-anak muda dilibatkan dalam kampanye anti-judi online, mengingat sebagian besar pelaku berada dalam rentang usia remaja hingga dewasa muda. Keterlibatan komunitas anak muda dan influencer dinilai efektif untuk menyuarakan pesan-pesan edukasi yang relevan dengan generasi mereka.
Pendekatan terpadu yang melibatkan semua pihak ini sangat diperlukan mengingat dampak sosial yang ditimbulkan oleh judi online. Dampak tersebut mencakup perceraian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), meningkatnya tingkat kriminalitas, hingga kerawanan sosial secara keseluruhan. Jika tidak ditangani dengan serius, hal ini dapat menjadi ancaman bagi stabilitas sosial dan keamanan nasional.
Dalam situasi ini, peran aktif masyarakat sangatlah penting. Masyarakat tidak hanya diharapkan menjadi penerima informasi, tetapi juga pelaku aktif dalam kampanye dan aksi nyata melawan judi online. Dengan memulai dari lingkungan terkecil, masyarakat dapat menjadi garda terdepan dalam mencegah penyebaran dan dampak negatif dari praktik ini.
Oleh karena itu, mari bersama-sama kita lawan judi online. Mulailah dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar. Dengan tekad dan aksi kolektif, kita dapat melindungi generasi mendatang dari ancaman yang merusak ini. Perang melawan judi online bukan hanya tugas pemerintah atau aparat hukum, tetapi tanggung jawab bersama demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
)* Kontributor Lembaga Gala Indomedia