Oleh : Andi Mahesa )*
Pengesahan Undang-Undang (UU) TNI yang baru-baru ini disahkan oleh DPR RI merupakan sebuah langkah penting dalam memperkuat fondasi pertahanan negara Indonesia. Sebagai sebuah negara yang demokratis, sangat penting bagi setiap kebijakan melibatkan kepentingan publik, termasuk dalam hal ini kebijakan terkait UU TNI. Tidak hanya itu, proses pembahasannya juga harus berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi, keterbukaan, dan supremasi sipil. Dalam hal ini, pemerintah bersama DPR RI telah menunjukkan komitmennya untuk memastikan partisipasi publik dan memenuhi standar demokrasi dalam pembahasan UU TNI.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengatakan pembahasan UU TNI tidak hanya melibatkan pihak internal pemerintah dan DPR, tetapi juga masyarakat luas dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi yang mengutamakan keterlibatan publik. Karena UU TNI akan memberikan dampak yang signifikan terhadap sistem pertahanan negara, yang tentunya harus disusun dengan memperhatikan masukan dari berbagai lapisan masyarakat. Pembahasan ini bukan hanya milik para politisi atau aparat negara, tetapi juga merupakan proses kolektif yang melibatkan semua elemen bangsa.
Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menambahkan bahwa partisipasi publik dalam pembahasan UU TNI sangatlah luas dan terbuka. Dalam tim pemerintah yang terlibat, terdapat berbagai perwakilan penting dari berbagai instansi dan tokoh masyarakat. Di antaranya, Wamen Sekretaris Negara, Bambang Eko, Wamenhan, Lidya, Sekjen Donny Ermawan, hingga Letjen Tri Budi Utomo. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak bekerja sendirian, melainkan melibatkan banyak pihak yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang pertahanan.
Selain itu, Utut juga menegaskan bahwa dalam pembahasan UU TNI ini, berbagai tokoh publik juga dimintai masukan dan pendapatnya. Seperti Dr. Teuku Rezasyah, Mayor Jenderal (Purn) Rodon Pedrason, Dr. Kusnanto Anggoro, serta tokoh-tokoh dari Setara Institute, Al Araf. Tidak hanya kalangan pemerintah atau militer, elemen-elemen masyarakat sipil yang berkompeten turut memberikan masukan dan opini mereka terkait perubahan dalam UU TNI.
Dari Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri) juga turut dilibatkan, seperti Agum Gumelar dan Laksamana (Purn) Achmad Sutjipto. Dengan melibatkan tokoh-tokoh ini, pembahasan UU TNI menjadi semakin komprehensif dan mencerminkan pandangan yang lebih luas tentang bagaimana TNI harus berfungsi dalam sebuah negara demokratis seperti Indonesia.
Keterlibatan masyarakat dan pihak dalam proses pembahasan UU TNI ini juga memberikan gambaran yang lebih jelas tentang arah kebijakan yang diambil. Salah satu isu yang kerap muncul dalam pembahasan UU TNI adalah mengenai hubungan antara TNI dan sipil, yang harus selalu berpegang pada prinsip supremasi sipil. Dalam hal ini, Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, mengungkapkan bahwa pihak TNI selalu memastikan bahwa revisi UU TNI ini tetap berlandaskan pada prinsip tersebut. TNI memahami bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki sistem pemerintahan yang demokratis, di mana peran sipil harus diutamakan dalam semua aspek kehidupan negara.
Kristomei juga menyampaikan bahwa proses penyusunan UU TNI ini telah melalui Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang menyeluruh, dan mencakup berbagai masukan dari berbagai pihak. Proses tersebut dirancang untuk memastikan bahwa UU TNI yang disahkan dapat berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku serta prinsip-prinsip demokrasi. Oleh karena itu, UU TNI ini diharapkan dapat memperkuat posisi TNI dalam menjaga kedaulatan negara, sembari memastikan bahwa kontrol sipil tetap terjaga dengan baik.
Proses pembahasan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat ini juga mencerminkan komitmen pemerintah Dallam dan DPR menjaga transparansi dan akuntabilitas. Dalam konteks negara demokratis, keterbukaan informasi dan partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan sangat penting. Kebijakan yang dihasilkan tidak hanya harus memperhatikan keamanan negara, tetapi juga harus memenuhi kepentingan rakyat dan menjamin bahwa kekuasaan militer tidak melampaui batas yang ditentukan oleh konstitusi.
Dengan adanya keterlibatan publik yang luas, UU TNI yang telah disahkan ini diharapkan dapat mengakomodasi berbagai aspirasi masyarakat dan menjadi regulasi yang tidak hanya menjaga keamanan negara, tetapi juga menghormati hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.
Pengesahan UU TNI yang dilakukan dalam beberapa waktu lalu adalah hasil dari proses yang panjang dan melibatkan banyak pihak, baik dari kalangan pemerintah, DPR, TNI, maupun masyarakat sipil. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat patut mendukung langkah ini, yang telah memberikan ruang bagi partisipasi publik dalam proses legislatif yang begitu krusial. UU TNI yang telah disahkan ini bukan hanya untuk memperkuat sistem pertahanan negara, tetapi juga untuk memastikan bahwa TNI tetap berfungsi dalam kerangka negara hukum dan demokratis.
)* Penulis merupakan mahasiswa yang tinggal di Jakarta.