Mata Indonesia, Jakarta – Pemerintah bersama DPR RI berkomitmen untuk memastikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai pihak yang berkapasitas. Dalam upaya menjaga transparansi, pemerintah akan mengundang para ahli hukum, akademisi, serta masyarakat sipil guna memberikan masukan terhadap rancangan regulasi tersebut.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu terprovokasi atau berspekulasi terkait beredarnya Surat Presiden (Surpres) mengenai revisi UU Polri di media sosial. Menurutnya, hingga saat ini DPR belum menerima dokumen resmi terkait revisi tersebut.
“Jadi kami pimpinan DPR belum menerima Surpres tersebut. Jika ada daftar inventarisasi masalah (DIM) yang beredar, itu bukan DIM resmi yang diterima oleh DPR. Itu kami tegaskan,” ujar Puan dalam keterangannya.
Lebih lanjut, Puan meminta masyarakat untuk menunggu dokumen resmi RUU Polri yang akan disampaikan oleh pemerintah kepada DPR. Ia menekankan pentingnya menelaah dokumen resmi guna menghindari misinformasi yang dapat menimbulkan kegaduhan publik.
Sementara itu, Komisi III DPR RI menegaskan bahwa proses revisi UU Polri akan dilakukan secara transparan dengan melibatkan partisipasi publik secara luas. Anggota Komisi III, Hinca Pandjaitan, menegaskan bahwa prinsip keterbukaan selalu menjadi pedoman dalam setiap penyusunan regulasi.
“Jika nantinya RUU Polri dialihkan ke Komisi III, pembahasannya akan dilakukan secara terbuka seperti yang telah kami lakukan sebelumnya dalam revisi KUHAP,” jelas Hinca.
Ia juga menekankan bahwa pendekatan diskusi yang inklusif akan diterapkan dalam pembahasan RUU Polri, termasuk melalui presentasi, penjelasan substansi, serta dialog bersama berbagai pihak yang berkepentingan.
“Dalam revisi KUHAP, kami melibatkan banyak pihak untuk berdialog, dan hal yang sama akan diterapkan dalam pembahasan RUU Polri. Transparansi adalah prinsip utama kami,” tambahnya.
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan undang-undang yang lebih baik, pemerintah akan mengundang para ahli hukum, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil dalam proses diskusi dan penyusunan regulasi.
Hal ini dilakukan agar RUU Polri dapat menjawab tantangan zaman dan memperkuat tata kelola kepolisian yang profesional serta sesuai dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Komisi III DPR RI pun menegaskan bahwa seluruh tahapan pembahasan akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan agar regulasi yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan institusi kepolisian itu sendiri.
Dengan adanya komitmen transparansi dan keterlibatan banyak pihak dalam penyusunan RUU Polri, diharapkan regulasi ini dapat menjadi payung hukum yang lebih efektif dalam memperkuat institusi kepolisian di Indonesia.