MATA INDONESIA, JAYUPURA – Koteka menjadi salah satu pakaian adat Papua. Penggunaannya biasanya oleh pria di beberapa suku di Papua. Selain menjadi pakaian adat, koteka juga menjadi pakaian dalam. Jika masyarakat modern menggunakan celana dalam untuk menutupi tubuh vital bagian bawah mereka, maka masyarakat suku di Papua menggunakan koteka untuk menutupi tubuh vital bagian bawah mereka.
Mengenai asal katanya, kata koteka berasal dari suku Paniai, yang berarti pakaian. Koteka terbuat dari kulit labu air berbentuk lonjong dan memanjang yang dikeringkan.
Pembuatannya juga tidaklah sulit, yakni dengan memotong ujung labu sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Kemudian di panaskan di atas bara api. Proses ini bertujuan agar isi dari buah labu mudah keluar.
Setelah isi buah keluar, jemur kulit labu selama satu hari hingga benar-benar mengering dan berwarna coklat keemasan. Sebagai hiasannya, agar tampak lebih indah kulit labu di lukis dengan beragam motif khas yang melambangkan suku Papua. Lalu dapat juga di hias dengan bulu burung cendrawasih atau bulu ayam hutan dengan tempelan hiasan-hiasan lainnya.
Ukuran koteka juga beragam. Ada yang pendek dan ada yang panjang. Ini sesuai dengan fisik pemakainya dan untuk mempermudah aktivitas pria Papua. Mereka menggunakan pakaian dalam ini dengan ukuran pendek saat mereka bekerja, sementara jika menghadiri upacara atau acara tertentu mereka menggunakan koteka dengan ukuran panjang.
Status Sosial
Penggunaannya juga tidak sembarangan. Karena hal ini bertujuan untuk melambangkan secara tersirat status sosial mereka. Ada tiga makna penggunaan koteka yakni tegak lurus, miring ke kanan, dan miring ke kiri.
Untuk penggunaan koteka yang tegak lurus, biasanya untuk pria yang masih perjaka dan belum pernah melakukan hubungan seksual. Kemudian yang miring ke kanan untuk pria tersohor di suku tersebut yang memiliki status sosial yang tinggi. Dan yang miring ke kiri untuk pria dewasa golongan menengah, yang berasal dari keturunan panglima perang.
Selain berfungsi untuk penutup tubuh vital bagian bawah, pakaian ini juga melambangkan simbol status sosial masyarakat Papua. Ukuran besar dan panjang untuk pria yang berwibawa dan menjadi tokoh masyarakat. Sedangkan koteka dengan ujung melengkung hanya untuk orang-orang kalangan khusus saja yang boleh mengenakannya.
Namun, sebenarnya koteka bukanlah nama asli dari pakaian adat tersebut. Suku Dani, suku utama yang mendiami Lembah Baliem wilayah Pegunungan Tengah di Kabupaten Jayawiyaja dan Puncak Jaya, menyebut pakaian adat itu dengan nama holim.
Reporter: Intan Nadhira Safitri