MATA INDONESIA, JAKARTA – Staf Khusus Wakil Presiden Prof Dr. Masykuri Abdillah menjelaskan bahwa di Era Presiden Jokowi pendekatan terhadap Papua dilakukan dengan penekanan pada dialog dan affirmatif action, yang memberikan banyak kekhususan pada Papua.
Namun, ia menilai bahwa pelaksanaannya dana Otsus belum digunakan secara maksimal karena mekanisme kontrolnya belum cukup. Karena itu, pada Otsus Jilid II ada pendampingan agar penggunaan dana Otsus lebih efektif.
“Tema pemerintah saat ini adalah percepatan pembangunan dengan fokus pada peningkatan kesejahteraan. Khususnya pada Otsus Jilid II, pemerintah berusaha melibatkan generasi muda karena masih ada sekelompok kecil anak muda belum merasa Indonesia. Tahun 2021 pemerintah sudah mengangkat 1.000 anak papua untuk bekerja di perusahaan BUMN di luar papua,” ujarnya, dikutip Jumat 29 Oktober 2021.
Guru besar UIN Jakarta tersebut juga mengungkapkan bahwa dalam upaya mengatasi konflik di Papua, ada strategi baru yang diterapkan yaitu dialog dengan local champion, terdiri dari tokoh-tokoh dari berbagai kalangan.
“Seperti tokoh agama, adat, pemuda, perempuan, perguruan tinggi, seniman, dan tokoh-tokoh lain yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat papua, agar slogan ‘torang bisa’ betul-betul terwujud. Karena yang terpenting adalah bagaimana masyarakat Papua dan Papua Barat bisa segera sejahtera,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR Dr. Jazilul Fawaid. Ia menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah terhadap Papua sudah luar biasa. Namun, ia berharap meski perlu ditingkatkan dengan melakukan pendekatan yang dekat dengan kultur Papua.
“Papua memiliki kultur dan asal usul yang unik dibanding suku-suku lain, keunikan ini mendapat pengakuan dunia internasional seperti noken. Karenanya tidak hanya pendekatan kultur Papua, namun perlu dilanjutkan dengan diplomasi terkait Papua di dunia internasional, karena Papua juga kaya sumber daya alam. Diplomasi sangat penting karena seringkali Papua mendapatkan simpatik dari dunia internasional. Diplomasi terkait Papua juga harus disesuaikan untuk menepis kecemburuan dan anggapan adanya eksploitasi pusat terhadap daerah,” ujarnya.
Menurutnya, Persoalan Papua tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan keamanan saja, tetapi harus diselesaikan dengan pendekatan budaya.
“Misalnya memaksimalkan peran pemuka agama seperti pastur untuk merangkul masyarakat di pedalaman. Orang Papua di desa-desa cenderung lebih menghormati pemuka agama daripada pejabat lokal setempat,” katanya.