MINEWS.ID, -Â Selamat hari Sumpah Pemuda. Momentum ini penting untuk menggali nilai-nilai perjuangan para pemuda di awal abad 20. Keikhlasan mereka melepas baju daerah dan etnisitas untuk bersatu menjadi Indonesia memiliki nilai yang tak terhingga. Bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Bukan barang yang mudah untuk bisa terus merawat persatuan di tengah kebhinnekaan seperti ini selama 91 tahun.
Ada yang menarik saat komedian Ari Kriting datang ke IPB dan menegaskan bahwa merawat kebhinnekaan tidak mudah. Negara maju saja belum tentu mampu melakukan hal itu. Amerika hingga tahun 1960 an masih rasis. Hak ekslusif kulit putih tidak dimiliki kulit hitam atau Afrika Amerika, Amerika asli dan warga Hispanik.
Baru setelah Martin Luther King Jr. membakar 250 ribu orang yang berkumpul di depan Lincoln Memorial pada 28 Agustus 1963 dengan pidatonya yang terkenal ” I have a dream”, maka rasisme Amerika mulai memudar. Isinya kira-kira seperti ini: “Aku bermimpi di mana pada suatu hari nanti keempat anakku akan tinggal di sebuah negara yang tidak menilai seseorang berdasarkan warna kulitnya tetapi berdasarkan karakter “. Di Indonesia, kesadaran berbangsa dengan kesetaraan etnisitas sudah tumbuh sejak 1928. Amerika baru mulai sadar tahun 1960 an.
Mendorong ekonomi tumbuh tidak sesulit mendorong keragaman etnis terawat dalam persatuan. Inilah prestasi Indonesia meski secara ekonomi tidak semaju tapi sukses merawat kebhinnekaan. Merawat kebhinnekaan adalah merawat manusia dan inilah sebetulnya peradaban agung. Yakni peradaban yang mengagungkan nilai kemanusiaan. Hanya dengan nilai kemanusiaan yang tinggi maka merawat kebhinnekaan bisa sukses. Hanya dengan kemanusiaan yang tinggi toleransi bisa terjaga. Inilah hebatnya Indonesia yang rakyatnya terus memanusiakan manusia yang membuat kita tetap bersatu. Kita harus bangga dengan keikhlasan kita semua untuk terus bersatu. Yugoslavia akhirnya tercerai berai. Uni Soviet pun harus mengalami nasib serupa. Padahal jumlah etnis mereka tak seberapa dibandingkan dengan kita.
Persatuan berbasis kebhinnekaan adalah modal sosial yang amat penting. Basis Modal sosial ini adalah trust. Artinya kita bersatu karena kita saling percaya meski berbeda etnis dan budaya termasuk beda bahasa, beda kesenian, beda norma-norma sosial, beda sistem pengetahuan dan beda sistem kepercayaan (belief). Karena itu menjaga trust ini adalah agenda terpenting bangsa Indonesia saat ini. Trust yang terpenting adalah trust untuk saling membesarkan. Tercipta interdependensi antar kita. Tercipta jejaring antar-kita. Tercipta persaudaraan antar kita.
Untuk mengikat agar trust terus terjaga dan kita harus bersama-sama dalam bingkai persatuan bangsa, yaitu Pancasila. Pancasila adalah konsensus bersama tentang nilai yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa ada konsensus bersama melalui Pancasila sulit bagi kita untuk bersatu. Hal ini karena Pancasila adalah pengikat trust antar kita sehingga kita punya acuan nilai yang sama untuk hidup bersama dan terus bersatu.
Merawat kebhinnekaan adalah ajaran alam. Sejenak kita lihat bagaimana alam semesta bekerja. Kerja alam mestinya bisa menjadi inspirasi dan pelajaran bagi kehidupan manusia dan kebudayaannya. Menurut ahli filsafat Capra, ada 5 prinsip ekologi yaitu diversitas atau beragam, interdependensi, berjejaring, holistik dan fleksibel. Alam telah mengajarkan ciri-ciri itu agar alam tetap survive. Lima prinsip ekologi itu bisa menjadi sumber kebudayaan. Mestinya manusia juga meniru bagaimana prinsip-prinsip kerja alam itu, sehingga manusia bisa mengakui keragaman, membangun interdependensi, berjejaring, berwawasan holistik dan terus beradaptasi terhadap dinamika perubahan yang ada agar manusia bisa bertahan hidup. Kalau ada manusia tidak mengakui keragaman, tidak mau saling tergantung, tidak mau berjejaring dengan komunitas yang serba beda, artinya manusia tersebut telah menyalahi kodrat alam.
Itulah mengapa IPB sejak dulu memiliki kebijakan merekrut calon mahasiswa dari seluruh penjuru tanah air melalui jalur undangan tanpa tes. Tidak lain karena IPB menyadari bahwa kesetaraan akses pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sebuah keniscayaan dalam merawat kebhinnekaan. Meski secara historis ada trust untuk bersatu tapi kalau tidak dirawat dengan menjamin kesetaraan akses pada pendidikan, ekonomi, dan politik maka sangatlah berbahaya bagi trust itu sendiri. Disinilah keadilan harus ditegakkan, yakni keadilan akses. Keadilan inilah yang akan merawat trust antar kita. Keadilan inilah yang akan membuat kita masih merasa bersaudara.
IPB pun lalu mengembangkan spirit kebhinnekaan dengan sistem asrama 1 tahun sehingga kehidupan multibudaya bisa terbangun. Komunikasi lintas budaya juga semakin lancar. Sejak awal mahasiswa dididik untuk mengenal dan menghargai multi budaya. Acara tahunan kemahasiswaan berupa Gebyar Nusantara oleh BEM KM IPB serta Festival Budaya Nusantara oleh mahasiswa Sekolah Vokasi IPB adalah cerminan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya merawat kebhinnekaan. Pada momentum itulah seluruh organisasi mahasiswa daerah (Omda) di IPB menampilkan aneka budaya dalam seni, busana dan kuliner khas daerah. Tidak lain acara ini untuk membangun apresiasi keragaman budaya. Inilah komitmen mahasiswa IPB untuk terus memperkuat persatuan bangsa dengan merawat kebhinnekaan.
Semestinya tidak berlebihan bila dengan kebijakan rekrutmen mahasiswa untuk seluruh nusantara dan kehidupan multibudaya di kampus seperti di atas kita ingin IPB menjadi Kampus Kebhinnekaan. Meski dalam skala yang masih kecil, inilah sumbangan IPB untuk terus merawat kebhinnekaan. Inilah lilin-lilin kecil yang terus IPB nyalakan. Sekecil apapun lilin yang kita nyalakan hari ini akan terus ada harapan kelak kita akan menerangi dunia.
Bogor 26 Oktober 2019
By: Arief Satria (Rektor IPB)