MATA INDONESIA, JAKARTA – Nama Mendiang BJ Habibie di masa hidupnya kerap dikenal sebagai sosok yang gila ilmu dan gila teknologi.
Kecerdasan Habibie memang tak bisa diragukan lagi. Ia menguasai banyak hal, termasuk ilmu filsafat. Bahkan ia pernah menjadi pemberitaan media tanah air dengan tema Filsafat Teknologi berdasarkan pemikiran Habibie.
Dalam bidang teknologi sudah tak diragukan lagi kemampuannya. Terbukti ia berhasil mengangkat derajat Indonesia dengan memegang banyak hak paten atas temuan di bidang konstruksi pesawat terbang.
Lalu apa pemikiran Habibie dalam keilmuan filsafat?
“Teknologi bukan hasil sumber daya alam, melainkan hasil pemikiran, karya, dan ciptaan sumber daya manusia, sama seperti halnya dengan filsafat,” demikian perkataan Habibie saat dianugerahkan gelar Honoris Causa oleh Universitas Indonesia tahun 2010 lalu.
Menurut Habibie, mendalami teknologi berarti berfilsafat. “Teknologi terus berkembang secara eksponensial dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan peradaban manusia modern,” ujar Habibie.
Baik teknologi maupun peradaban manusia bersinergi untuk mencapai kualitas keunggulan. Jika diartikan secara sederhana, barangkali maksud Habibie bahwa teknologi yang diciptakan terus menerus untuk mencapai keunggulan. begitu pun peradaban manusia.
Hal ini tentu memiliki benang merah dengan pemikiran filsafat modern yang berlomba-lomba mencapai keunggulan bagi kehidupan manusia. Sementara teknologi juga berlomba-lomba menciptakan smartphone baru, mobil canggih, pesawat autopilot, untuk mencapai keunggulan.
Dari pemikiran Habibie soal kaitannya antara teknologi dan filsafat dan menyebut keduanya bersinergi mencapai keunggulan, Maka barangkali hal ini ada kaitannya dengan Filsuf Nietzsche.
Selain dikenal dengan konsep ‘Tuhan sudah mati’, Nietzsche juga memaparkan pemikiran tentang keunggulan pada diri manusia (Uebermensch).
Nietzsche mengutarakan gagasan soal manusia yang harus mencapai keunggulan. Sementara Habibie bicara sinergi teknologi dan peradaban manusia untuk mencapai keunggulan. Mungkinkah Habibie terinspirasi dari pemikiran filsafat Nietzsche?