Audit Kemenkes: 54 Persen Petugas KPPS yang Meninggal Berusia 50 Tahun Keatas

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Polemik petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal saat Pemilu 2019 terus digoreng kubu capres dan cawapres Prabowo-Sandi. Banyak berita hoax yang dipermainkan pasangan Pilpres nomor urut 02 tersebut, salah satunya ratusan petugas KPPS meninggal karena diracun.

Mendengar berita bohong dari kubu 02 tersebut, pemerintah melalui Menteri Kesehatan Nila F Moeloek langsung melakukan audit medik terhadap petugas KPPS yang meninggal. Data didapatkan terkait profil petugas KPPS dan penyebab meninggalnya.

“Kematian yang terjadi di rumah sakit sebesar 39 persen ini, kita melakukan audit medik dan kemudian sudah terkumpul data dari 25 provinsi. Terbanyak kesakitan ini berada di Jakarta dan di Banten,” kata Nila di Jakarta, Selasa 14 Mei 2019.

Data dari KPU menyebutkan ada 485 petugas KPPS yang meninggal. Kemudian petugas yang sakit tercatat ada 10.997 orang.

Nila menambahkan, kematian terbanyak ada di Jawa Barat, kemudian di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sedangkan satu-satunya provinsi yang tak ada petugas KPPS yang meninggal adalah Maluku Utara.

Audit resmi dari Kemenkes itu pun menyebutkan bahwa 54 persen petugas KPPS yang meninggal berasal dari kelompok umur di atas 50 tahun, Bahkan ada yang mencapai usia 79 tahun. “Jadi yang meninggal kebanyakan pada usia yang tua, maupun ada usia yang muda,” ujarnya.

Ia pun mengungkapkan setidaknya ada beberapa faktor-faktor penyebab kematian korban. Penyebab meninggalnya petugas terbanyak yakni disebabkan penyakit jantung.

“Selain itu juga ada stroke dan hipertensi.”

Sebelumnya, Nila mengatakan tak perlu semua petugas KPPS yang meninggal diautopsi. Nila menyebut autopsi bisa dilakukan berdasarkan permintaan keluarga atau rekomendasi kepolisian.

“Kalau wajar tidak pernah diautopsi. Kalaupun tidak wajar atas permintaan keluarga melihat ini tidak wajar dan harus melalui polisi. Polisi menentukan diautopsi atau tidak, karena kami tenaga kerja kesehatan jika ada permintaan dari polisi begitu. Jadi tidak semua diautopsi,” kata Nila.

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini