MATA INDONESIA, – Memaknai kemerdekaan di tahun ini jelas berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak terkecuali bagi para pemuda generasi penerus bangsa yang harus menghadapi pandemi. Thierry Delvigne Jean, Kepala Komunikasi UNICEF mengatakan, Sejak awal pandemi Covid-19, banyak kalangan yang berpendapat bahwa para generasi tua menjadi golongan paling terdampak. Namun, sesungguhnya ada anak muda yang lebih terpukul dalam banyak hal.”
Thierry Delvigne Jean, mengungkapkan bahwa anak muda masa kini harus mendulang banyak sisi negatif akibat pandemi. Ia menjelaskan bahwa pemuda seperti pelajar tidak bisa bersekolah, merasakan beban ekonomi akibat orang tua mereka yang kehilangan pekerjaan ataupun jatuh sakit. Dan mereka pula yang akan menghadapi dampak jangka panjang sebab pandemi ini sangat mempengaruhi peluang kerja.
Begitu pula dengan saya, seorang sarjana, yang dinyatakan lulus melalui seremonial wisuda tepat ketika detik-detik Covid-19 memasuki Tanah Air. ‘Angkatan Corona’, sebutan bagi pelajar, mahasiswa, dan alumnus yang harus melangsungkan atau menyelesaikan pendidikan saat wabah berlangsung.
Bagaimana Pemuda Tersungkur Selama Pandemi?
Pada tahun 2018, Kementerian Kesehatan melakukan riset kepada masyarakat berusia 15-24 tahun, dengan hasil yakni 6,2 persen diantaranya mengalami depresi. Sementara pada Juni 2020, ada 277 ribu kasus penyakit mental yang meningkat dibandingkan pada tahun 2019, yaitu 190 kasus.
Sebagai seorang sarjana, saya juga sempat berada di titik terendah dalam hidup. Bagaimana tidak? Selain ketakutan dengan virus yang tidak terlihat dan bisa merenggut nyawa kapan saja. Saya juga harus dihadapkan dengan kenyataan untuk bersaing dengan sesama fresh graduate dalam merebut satu posisi di perusahaan. Saya benar-benar merasakan pengalaman susah mencari kerja di era Covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2021 tembus angka 8,75 juta orang. Sedangkan Februari tahun sebelumnya, jumlahnya adalah 6,93 juta orang. Hal ini juga didukung oleh data Kementerian Ketenagakerjaan, yakni pengangguran didominasi lulusan SMA, SMK, Diploma, dan Sarjana dengan masing-masing sebesar 28,2 persen, 4,5 persen, 3,1 persen serta 10,5 persen pada tahun 2019.
Selain harus bersaing dengan pekerja berpengalaman, saya harus menelan pil pahit karena rendahnya jumlah lowongan pekerjaan. Berulang kali saya merelakan diri ini terkalahkan oleh para pekerja berpengalaman yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melaporkan bahwa krisis ekonomi global sedang melanda dengan ditandai hilangnya 255 juta lapangan pekerjaan akibat pandemi sepanjang tahun 2020.
Bagaimana Pemuda Berupaya Untuk Kembali Bermimpi?
Bung Karno pernah berkata, “kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya.”
Sebagai pemuda, cita-cita saya sangat besar dan setinggi pegunungan. Tetapi berkat pandemi, halangan untuk meraihnya bisa setinggi angkasa. Perjuangan saya dan pemuda lainnya di masa Covid-19 terdeteksi ini, sangatlah berat. Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutan di sebuah seminar juga meyakini bahwa pemuda adalah golongan yang memiliki dampak terbesar akibat pandemi.
Jumlah lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan total angkatan kerja telah menimbulkan persaingan ketat. Alhasil saya harus menyingkirkan segala idealisme dalam diri untuk menemukan pekerjaan idaman. Saya berusaha mengambil kesempatan terkecil sekalipun, setidaknya agar perut tetap terasa kenyang. Walaupun jenis pekerjaan berbeda jauh dari impian sejak dahulu.
Bertahan adalah satu kata yang harus dianut oleh pemuda masa kini. Seberat apapun cobaan akibat pandemi seperti susahnya mencari kerja juga harus dilewati. Namun saya percaya dengan sebuah pepatah, “di balik cobaan, pasti ada hikmahnya”. Iya, walaupun penuh keterbatasan, banyak pelajaran yang saya terima.
Saya bisa memiliki banyak waktu untuk meningkatkan soft skills dan hard skills. Karena banyak instansi yang menyelenggarakan acara seperti webinar, kursus, dan pelatihan online yang bisa diakses secara cuma-cuma alias gratis.
Walaupun lulusan perikanan kelautan, karena pandemi ini saya bisa memperoleh kesempatan belajar ilmu pemrograman. Bukan sekadar untuk coba-coba saja, pengetahuan pemrograman dasar saat ini mutlak dimiliki setiap orang. Karena segala sisi kehidupan telah mengandalkan kekuatan teknologi. Selain itu, saya juga bisa terlibat dalam program magang sebagai Content Writer meski tetap #DiRumahAja.
Akibat pandemi pula, saya selaku pemuda juga dituntut untuk menggali dan mengembangkan kemampuan terpendam yang saya miliki. Apabila dahulu kemampuan menulis hanya dianggap untuk menghabiskan waktu luang belaka. Kali ini, sedikit kesukaan saya terhadap dunia literasi nyatanya bisa digunakan untuk meraih pundi-pundi rupiah. Freelancer dan kontributor di media daring mungkin bisa dijadikan pilihan tepat untuk menghadapi krisis pandemi yang mengguncang ekonomi.
Begitulah langkah sederhana yang saya terapkan agar tidak hanya pasrah dan berpangku tangan selama pandemi. Sebab sebagai pemuda, ingatlah kepada slogan kemerdekaan Indonesia ke-76, yakni ‘Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh’. Pemuda haruslah tangguh walau hambatan ada di depan mata. Serta harus selalu tumbuh berkembang karena masa depan negara kita tercinta ada di pundak pemuda.
Mari yakinlah bahwa pandemi dapat segera berlalu dan tetaplah ber-progress setiap harinya!
Salam Merdeka, Salam #IndonesiaBangkit!
Penulis: Melynda Dwi Puspita
FB: Melynda Dwi Puspita,
IG: @mdpisme
Betul sekali, para pemuda harus bertahan. Apalagi FG, kudu banyak mencari peluang
Setuju bgt, kerasa dampak pandemi buat cari kerja 🙁
Udah FG, gak punya orang dalem, kena covid lagi, perfect combo ya wkwk
Iya, selama pandemi, jangan pilih-pilih kerjaan dulu
nasib nasib, jadi angkatan corona ya hahahahaa
Tulisan menarik, berdasarkan pengalaman dan disajikan data-data pula ?
Terima kasih telah berbagi pengalaman.
Mari bangkit bersama!!