MATA INDONESIA, – Pahlawan Nasional adalah gelar penghargaan tingkat tertinggi di Indonesia. Gelar anumerta ini diberikan oleh Pemerintahan Indonesia atas tindakan yang dianggap heroik-didefinisikan sebagai “perbuatan nyata yang dapat dikenang dan diteladani sepanjang masa bagi warga masyarakat lainnya” atau “berjasa sangat luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara” Kementerian Sosial Indonesia memberikan tujuh kriteria yang harus dimiliki oleh seorang individu, yakni :
- Warga Negara Indonesia yang telah meninggal dunia dan semasa hidupnya.
- Telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik/perjuangan dalam bidang lain mencapai/merebut/mempertahankan/mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
- Telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.
- Telah menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.
- Pengabdian dan Perjuangan yang dilakukannya berlangsung hampir sepanjang hidupnya (tidak sesaat) dan melebihi tugas yang diembannya.
- Perjuangan yang dilakukan mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
- Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme yang tinggi.
- Memiliki akhlak dan moral yang tinggi.
- Tidak menyerah pada lawan/musuh dalam perjuangannya.
- Dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak nilai perjuangannya.
Hari pahlawan adalah peringatan atas peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Momentum 10 November 1945 adalah penentuan yang besar bagi sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia antara hidup merdeka serta menjadi bangsa yang mandiri ataukah hidup terjajah oleh bangsa yang tak punya hati nurani. Namun, secara kompak dan komitmen yang tinggi para pahlawan, bangsa Indonesia memilih bersatu dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia hingga titik darah terakhi dan oleh karena berkat-Nya lah bangsa Indonesia bisa memukul mundur penjajah dan saat itu lah diperingati sebagai hari pahlawan.
Tentu kisah perjuangan para pahlawan melawan penjajah tidak sesingkat yang digambarkan, akan tetapi yang jelas adalah bangsa ini dipertahankan hingga titik darah penghabisan yang menghabiskan berpuluh-puluh bahkan mungkin beratus-ratus nyawa. Kenyataan ini seharusnya menjadi hal yang bisa diambil hikmahnya. Mendoakan para pahlawan dan para pejuang yang telah gugur adalah hal yang tak perlu ditunggu setiap tahun, malah seharusnya setiap detik kita harus mendoakannya.
Hari Pahlawan seyogyanya dimaknai sebagai pengisi daya/charge bagi generasi pengisi kemerdekaan dan penerus bangsa untuk mengambil semangat dan spirit para pejuang waktu itu. Hal ini dapat dimaknai sebagai titik balik untuk lebih semangat dalam mengisi kemerdekaan negara ini. Sebagai bangsa yang besar, tentu saja kita tidak akan melupakan sejarah karena sesuai pepatah bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya.
Hari ini kita merayakan Hari Pahlawan, momen ini dapat membangkitkan rasa cinta Tanah Air, dan penguatan nilai-nilai atau identitas bangsa kita yang tertuang dalam Pancasila. Perayaan hari pahlawan pun seyogyanya diperingati dan dimaknai sesuai dengan perkembangan zaman dan tantangan-tantangan zaman now. Saat ini, memperingati hari pahlawan dengan menggunakan semangat baru, pandangan baru, cara baru, adalah penting. Sebab, permasalahan bangsa saat ini makin beragam.
Hari ini kita hidup di era “Millenials” yang cenderung mempunyai konsep-konsep tersendiri dalam berbagai bidang karena arus-arus informasi yang tidak dapat dibendung lagi melalui handphonenya. Generasi millennials ini tidak lagi dihadapkan oleh sekelompok manusia yang mengenakan senjata dan siap tempur face to face. Tidak pula dihadapkan dengan pesawat tempur dan tank-tank serta kapal-kapal perang yang siap digunakan.
Namun dihadapkan dengan cara lama ketika penjajah awal masuk yakni devide et impera atau politik adu domba. Saat ini pula generasi millenials dihadapkan derasnya arus informasi yang terus menggerus eksistensi Pancasila, bahkan dengan mudahnya menerima ideologi-ideologi yang tidak sejalan dengan Pancasila yang sejatinya adalah identitas bangsa Indonesia.
Tantangan terbesar di era millennials bukan lagi mengusir para penjajah tetapi bagaimana kita Bersama-sama dapat menjaga keutuhan bangsa untuk mengisi kemerdekaan yang telah diraih oleh para pahlawan. Kemudahan arus informasi yang tidak disertai dengan Pendidikan identitas Pancasila yang massif menyebabkan masalah degradasi moral Pancasila. Bahkan dipertanyakan lagi kesaktiannya sebagai alat pemersatu mengingat banyaknya kasus-kasus antar umat beragama akhir-akhir ini.
Persatuan menjadi kabur seperti hanya angan semata terlebih ketika menjelang pilpres seperti ini, dilayar TV, di radio bahkan di sosmed pun semuanya seolah saling berdebat menunjukkan siapa yang terbaik menurutnya. Seolah-olah perbedaan suku, agama, dan budaya yang telah ada sejak ribuan tahun dan menjadi kekuatan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah menjadi ancaman yang nyata bagi bangsa Indonesia, tentu hal ini adalah hal yang sangat tidak sejalan dengan tujuan para pahlawan kita.
Pancasila sebagai identitas bangsa mendapatkan banyak terjangan dari berbagai sisi. Dalam posisi inilah para pemuda dituntut untuk berjuang bak seorang pahlawan sesuai dengan tantangan zamannya. Masalah Pancasila di era “millennials” ini tidak hanya pada penerapannya, melainkan sudah diragukan akan kiprahnya sebagai identitas dan alat pemersatu bangsa. Dengan demikian, pemuda yang serius dan mempunyai komitmen terhadap eksistensi Pancasila dan NKRI adalah pahlawan zaman now di era millennials yang sesungguhnya. Dalam konteks tantangan dan ancaman yang sedang dihadapi pahlawan millennials sekarang adalah perjuangan melawan intoleransi, radikalisme, dan upaya perpecahan lainnya. Masalah-masalah ini dapat diatasi dengan menghidupkan nilai-nilai Pancasila kembali dalam kehidupan sehari-hari.
Generasi millennials saat ini harus bisa memperkuat pertahanan dirinya dengan memperkaya pemahaman jatidiri bangsa terutama Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Meski di tengah arus informasi yang begitu deras, dan bukan merupakan produk dari P4 generasi 90-an, generasi millennials harus memiliki kepedulian dan pertahanan dalam menghadapi ancaman global seperti yang tersebut di atas.
Dengan membangkitkan Pancasila sebagai identitas bangsa serta mengamalkan moral Pancasila dalam kehidupan sehari-hari lah generasi millennials ini dapat menjadi pahlawan sesungguhnya di zaman now ini dengan menjadi agen pemersatu bangsa, agen kemajuan, agen perdamaian, dan agen kesatuan NKRI. Nilai-nilai kepahlawanan hendaknya diresapi bagi siapapun yang ingin menjadi pahlawan di zaman now, jadikan momen hari pahlawan sebagai titik balik dalam kehidupan zaman now guna mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945.
Sebab untuk menjadi pahlawan era millennials di zaman now ini tak perlu berkoar-koar paling nasionalis dan tak perlu angkat senjata untuk mengusir penjajah, namun amalkan nilai pancasila di dalam kehidupan sehari-hari. Bangsa yang besar adalah bangsa yang terus mengingat jasa pahlawannya. Namun, sebagai bangsa yang besar di era digital, ingatan atas heroisme para pejuang negeri ini harus ditransformasikan sebagai keberanian generasi milenial untuk berkontestasi menggunakan ide-ide kreatif. Kontestasinya meluas pada spektrum antarnegara, lintas benua.
Saat ini, tantangan bangsa kita tidak lagi berjuang menghadapi musuh berupa negara-negara penjajah. Itu tantangan satu abad hingga tujuh dekade yang lalu, ketika kolonialisme masih menjadi bagian dari interkoneksi antarbangsa. Tantangan pada masa kini, pada era digital, tentu sangat berbeda: dengan segenap kompleksitas perang ekonomi, diplomasi lintas negara, kontestasi identitas, hingga perebutan energi antarkorporasi.
Kita hidup pada lapisan generasi yang berbeda dengan Bung Karno, Hatta, Sjahrir, Kiai Wahid Hasyim. Kita menyelami kehidupan berbangsa dengan segenap konflik, silang sengkarut masalah, hingga tarik menarik kepentingan, yang mungkin saja lebih kompleks dari apa yang terjadi pada masa lampau. Tapi, setiap zaman punya kerumitan masing-masing, punya tantangan yang berbeda. Pada titik inilah, pahlawan dan narasi heroik yang menyertainya selalu menemukan momentumnya. Indonesia juga menjadi laboratorium untuk menyemai gagasan bagi anak-anak muda kreatif.
Di era digital ini, generasi muda yang siap bekerja keras, inovatif, konsisten dengan gagasannya akan mampu membuka pintu bagi masa depan diri dan komunitasnya. Terbukti, mereka yang bekerja keras, superkreatif, serta tahan banting untuk mewujudkan ide-ide cemerlangnya akan mencipta sejarah. Di era digital ini, dengan pengguna internet yang demikian luas, baik secara geografis maupun batasan umur, memungkinkan Indonesia sebagai raksasa di bidang ekonomi digital.
Presiden Joko Widodo berulang kali mengkampanyekan betapa Indonesia sangat berpeluang sebagai raksasa Asia Tenggara dalam kontestasi ekonomi digital. Dengan pengguna internet yang demikian masif dan terus tumbuh, Indonesia menjadi lahan subur untuk menguji ide-ide kreatif yang dieksekusi dalam persaingan bisnis di era digital. Untuk itu, pemerintah Indonesia telah mendorong tumbuhnya pebisnis-pebisnis muda yang bergerak kreatif yang memulai merintis usaha berbasis digital.
Dengan menyiapkan infrastruktur digital, di antaranya berupa proyek Palapa Ring, yang berusaha mengkoneksikan kawasan dari Sabang hingga Merauke dengan layanan digital yang lebih kuat dan cepat. Kebijakan 1000 pebisnis digital (start-up) pada 2020 juga menjadi bagian untuk mendorong generasi muda berani mengeksekusi ide-ide kreatifnya, seraya menaklukkan tantangan dari kontestasi bidang ini. Apalagi, telah tumbuh beberapa perusahaan perintis yang berstatus ‘unicorn’, yang memiliki valuasi di atas US$ 1 miliar (sekitar Rp 13,8 triliun).
Di antaranya Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Ekspansi Gojek sebagai perusahaan layanan digital bidang transportasi, dengan valuasi lebih dari US$ 61,6 miliar, membuktikan bagaimana ide-ide kreatif yang digarap serius, mampu menjawab tantangan di bidang transportasi. Saat ini, Gojek bersama Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak tumbuh sebagai perusahaan-perusahaan dengan visi dan wajah generasi milenial negeri ini. Hadirnya beberapa perusahaan digital dari Amerika Serikat, Cina, Korea, Singapura, serta ekspansi kapital yang menyertainya menunjukkan betapa Indonesia tidak hanya pasar digital, namun juga laboratorium digital yang memungkinkan ide-ide kreatif tumbuh dalam ekosistem yang dinamis.
Lapisan generasi Indonesia masa kini dan mendatang menghadapi tantangan yang sama sekali berbeda dengan apa yang diperjuangkan pendiri bangsa. Jejak heroik para pahlawan bangsa harus kita peras saripati dan teladannya untuk ditransformasikan pada masa kini. Kerja keras, kreativitas, keteguhan, solidaritas, sekaligus integritas sebagai bagian dari bangsa Indonesia harus kita hadirkan pada pertarungan kekuatan dan kreativitas di era ini. Pahlawan-pahlawan milenial haruslah tampil untuk menjadikan bangsa Indonesia tidak sebagai pasar digital, namun sebagai pemain aktif dalam kontestasi digital masa kini.
Penulis: Narita Dewi Anggarawati,
Ig: @naritadewii