MATA INDONESIA, – Medio Agustus 2021, saya dan istri menyambangi kantor BPJS gegara ada miskomunikasi antara deretan nomor identitas di kartu BPJS dengan eKTP. Sehingga sertifikat bukti sudah divaksin tak bisa dikirim. Selain itu, kalo gak sinkron, vaksin kedua pun akan didiskualifikasi dari gratis jadi berbayar. Hadeeuh, di era bokek seperti ini denger kata bayar bikin tulang lemes bergemelutukan apatah lagi bea kesehatan yang tanpa corona pun deretan angkanya bikin ‘kalkulator’ tangan pegel.
Maka, bersyukurlah wahai kita para pengguna BPJS meski sering dipandang retjeh oleh penikmat asuransi swasta yang iuran per-orangan-nya bisa bayar iuran BPJS per-banyak orang. Bersyukurlah, hanya dengan 35 rebu udah bisa ditelisik dokter trus dikasih obat trus disuruh istirohat di kamar bareng para sohib (baca kelas 3). Tapi yang kebangetan ya sampeyan juga sih, bayar segitu minta kamar yang ada tipinya dengan banyak channel lagi, bikin RS meradang aja.
Terkait BPJS, kelakuan bangsaku emang unik. Hobi melecehkan alih-alih kritik semenjak hadir BPJS di era pertama Presiden Jokowi sehingga kini pun masih ada secercah dua-tiga-puluh cercah pemaki. Padahal, seperti tertulis dalam buku JKN; Perjalanan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional cetak 2015, proses panjang sudah ditempuh orang sakit agar ditanggung negara mulai dari era Soeharto lalu diteruskan para presiden selanjutnya hingga ke Presiden Jokowi yang akhirnya “berani” mengimplementasi meski tata laksananya belum sepenuhnya matang.
Bener tidaknya statement itu, monggo di-tabayyun-kan karena saya tidak sedang membela Jokowi seumpama kawula alit menjilat junjungan tapi bela program karena secara faktual emang berfaedah buat rahayat seperti saya yang pernah nginep lima hari gegara DBD, terapi anak hingga hari ini yang harga salah satu obatnya setara bayaran empat-lima artikel di media online, terapi istri hingga sembuh, ibu mertua, dus alm ayah yang jantungnya pernah dipasang ring, dan semua itu hanya bayar 35 rebu per bulan!
Nah, balik ke kunjungan kantor BPJS. Berbonceng lovely wife menelusuri jalan utama dalam kota yang sepi di jam sibuk karena PPKM. Jam 09an tiba di halaman kantor dimaksud. Selesai menidurkan motor lalu jalan memutar untuk menghadap sekuriti berbaju coklat mirip polisi (konon, demi memanusiawikan sekuriti maka seragam birunya dicopot ganti serupa polisi-info dari medsos-pen).
Ada perlu apa pak? Bla-bla-bla. Ooh, mana si ibu. Suruh kesini, bapak tunggu aja. Bla-bla-bla kata si Ibu. Silahkan isi form di pos tapi ukur suhu dulu. Si ibu menuju pos sekuriti. Bla-bla-bla. Jawab yang di pos sekuriti; “kalo urusannya administrasi, pake Pandawa (PelayanAN aDministrAsi melalui WhAtsapp). Tata caranya ada di brosur ini. Tapi handphone ibu harus android ya, pulsanya juga harus banyak”.
Si ibu setelah keluar dari pos sekuriti lalu cerita sembari ngedumel emang gak liat apa handphone yang dibawa. Ini’kan hp hotline toko yang kartu halo. Lagian masa’ pulsa, paket data ‘kali, gerutunya. Sudahlah. Ayo coba Pandawa. Duduk di kursi tembok taman kota. Berdua sembari menikmati rindangnya pepohonan di sela deru angkot (mmm).
Memasukkan nomor kontak Pandawa ke WA Contact lalu ketik Halo, tunggu hingga ada balasan autotext informasi layanan Pandawa. Lalu ketik Layanan Administrasi, kirim maka akan muncul form online pengaduan yang harus diisi. Setelah form yang telah terkirim, muncul pesan akan dihubungi oleh personal WA dengan nomor-nomor yang tertera paling lama 30 menit.
Belum 15 menit, masuk WA dari salah satu daftar nomer nanyain ada yang bisa dibantu? Si Ibu ngetik masalahnya. Diminta isi data NIK dan nomor kartu BPJS. Beres, trus selfi bareng eKTP dan BPJS, lalu foto Kartu Keluarga. Proses selesai. Lumayan lama sih karena selfi-selfian dan perlu kehati-hatian saat isi form online agar jangan salah input jenis aduan. Syukur lancar. Dan setelah semua oke, muncul pesan laporan diterima dan akan diproses. Hasilnya akan dikabari 1×24 jam. Silahkan dicatat nomor pelaporannya. Terima kasih sudah menggunakan Pandawa.
Merasa sudah terakomodir, si ibu menutup WhatsApp Pandawa lalu membuka WhatsApp Hotline jualannya dan sibuk ngechat sembari senyum-senyum; Alhamdulillah orderan.
Sebenarnya ringkas dan padat secara teori. Faktanya, lumayan ribet. Apalagi tahap isi form online yang ada beda jenis antara pengaduan dan form yang harus diisi, maka dengan hormat, suruh ulang dari awal lagi, dengan nomor personal WA yang lain lagi. Lalu ada pula proses selfi dengan eKTP dan kartu BPS yang ulang-berulang kalo gambarnya kabur apalagi kaburnya kayak Harun Masikun. Serba template jadi tak bisa diprotes.
Saya membantu semua proses itu sambil sesekali melirik J2 Prime yang saya pegang dengan layar rada retak dan kamera yang ngeblur gegara pernah terloncat dari saku. Memang riweuh apalagi kalo hp rada bermasalah. Harusnya pesan si sekuriti bukan cuma hp harus android dan pulsa harus banyak, hp pun harus prima!
Di area parkir, saya lihat beberapa tukang parkir sibuk memainkan hp dikelilingi beberapa perempuan dan lelaki paruh baya. Memencet, menyuruh selfi sembari pegang eKTP juga BPJS, dan memotret KK. Melempar senyum sambil mengangguk lalu beralih ke perempuan paruh baya lainnya untuk memulai proses. Si lelaki paruh baya tampak ada hambatan karena dua kali selfi pake kopiah dan tidak pake kopiah. Tukang parkir beralih ke lelaki-perempuan paruh baya lainnya dan lainnya lagi. Saya lihat ada sedikit antrian. Agak jauh ke samping kiri, di pintu gerbang kantor BPJS, sekuriti berdiri tegap di tengahnya. Mata lurus ke depan dengan dada membusung dan tangan di belakang sementara mulut tertutup masker.
Pagi yang cerah di hari yang indah. Meski gak tau apakah membayar atau sukarela, saya tetap berdoa diberkahilah kalian tukang parkir!
Tetiba, sebersit kesadaran menyeruak hangatkan hari; cara kaum kebanyakan (baca orang kecil) menyikapi kesulitan hidup adalah dengan saling mengulur tangan secara fungsional. Tukang parkir menyelesaikan masalah kegagapan teknologi lalu si gagap membalasnya; entah sukarela atau dipatok tak perlu dibahas karena toh transaksionalisme telah terjadi tanpa saling merugikan. Memberi-diberi yangb bukan di pasar. Praktis juga pragmatis agar hidup terus berlanjut.
Di era pandemi, banyak kesusahan meski hanya sekedar untuk makan. Bantuan sering jadi penyelamat guna keberlangsungan hidup. Tapi, apatah daya, tak semua bisa selesai oleh negara meski haqul yakin negara selalu berusaha untuk hadir di setiap situasi.
Kita yang relatif lebih beruntung adalah potensi untuk bersinergi agar hidup terus bergulir dan berbulir. Percayalah dengan janjiNya, siapapun Anda; bahwa takkan miskin karena memberi bahkan bisa bertambah dan terus bertambah.
Kita yang bukan kaum kebanyakan (antonim kecil), tak perlu sungkan ‘belajar’ dari si antonim yang karena kompleksitas hidup membuatnya sering harus bersiasat agar tetap hidup. Memberi-diberi. Transaksional yang selaras dengan ketangguhan Indonesia sebagai bangsa besar; Insha Allah. Mari saling berjabat tangan, lupakan perbedaan, tingkatkan kepedulian. Dengan bersama, kita bisa bangkit bersama, bukan untuk salah satunya. Karena:
Menjadi manusia berarti peduli dan saling bekerja sama satu sama lain. Saat kita berhenti berjuang demi orang lain, saat itu kita kehilangan rasa kemanusiaan. Jika kita tak lagi peduli dan membiarkan mereka dalam mati dalam kesusahan, cerita apa yang akan Anda kisahkan ke anak cucu kelak? (Dinukil dari Film 2012)
Ayo, mulailah dari diri sendiri, minimal dengan berniat!
Niit-niit-niit. Suara aplikasi perpesanan. “Eh masuk nih info sertifikat vaksinnya, berarti udah bener ya NIK dan Kartu BPJS. Coba cek di PANDAWA, eh iya nih udahan. Wah cepet juga, serba terhubung lagi. Hebat”, senyum manis bidadariku
Penulis: Imam Suyudi
- FB: @Imam Suyudi
- Instagram: @imamsd4
Orang yang paling berguna di dunia ini adalah orang yang bisa membantu dan atau meringankan beban penderitaan orang lain…Berbahagialah org org yg memiliki sifat seperti itu..
bagus tulisan ini yang mencoba untuk menulis secara deskripsi penuh dan mendapatkan rasa dari penulisnya, mencoba untuk secara obyektif dan melibatkan subyektif individu yang terlibat
Cakep, gue demen Ama ini cerite.. gaya tulisannya mudaan, kagak ngeBosAnin..