Suaka Margasatwa Muara Angke, Benteng Terakhir Alam Liar Jakarta

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA Jakarta ternyata masih memiliki hutan lindung yang lumayan terjaga sampai sekarang. Itulah Suaka margasatwa Muara Angke (SMMA), benteng terakhir konservasi alam liar Jakarta yang harus berjuang melawan polusi sampah serta tekanan kehidupan manusia.

Itu adalah sebuah kawasan konservasi berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI Nomor: 097/Kpts-II/1988, 29 Februari 1998 di wilayah hutan bakau (mangrove) di pesisir utara Jakarta.

Kawasan konservasi itu sebenarnya bukan baru ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan tersebut.

Kawasan yang kini ini masuk wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara itu sudah ditetapkan sebagai cagar alam atau hutan lindung sejak 17 Juni 1939 oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Saat ditetapkan luasnya hanya 15,04 hektar, tetapi sekitar 1960-an diperluas menjadi sekitar 1.344,62 hektar.

Namun, tekanan manusia yang serakah dan membuat kerusakan lingkungan di dalam maupun di sekitar kawasan Muara Angke, sebagian wilayah cagar alam juga ikut rusak. Itu yang membuat tahun 1998 atau setelah 60 tahun menyandang status cagar alam, diubah menjadi suaka margastwa dengan harapan bisa merehabilitasinya. Luasnya menyusut drastis tinggal 25,02 hektar.

Jadilah SMMA merupakan suaka margasatwa terkecil di Indonesia. Meski begitu, perannya sangat penting bagi alam. Organisasi pelestarian burung dunia, BirdLife International
bahkan memasukkan kawasan Muara Angke sebagai salah satu daerah penting bagi burung (IBA, Important Bird Areas) di Pulau Jawa.

Selain berbagai jenis burung liar, di kawasan itu juga terdapat monyet ekor panjang, biawak Jawa, Phyton Jawa, dan beberapa lainnya.

Kini kawasan alam liar Jakarta itu sangat dekat dengan pemukiman elit Pantai Indah Kapuk. Pintu masuknya berseberangan dengan pintu masuk perumahan tersebut.

Sebagai wilayah konservasi yang dikelilingi kehidupan manusia modern suaka margasatwa itu juga tidak kuasa menghadapi serangan sampah yang dihasilkan aktivitas manusia modern.

Jika ditilik dari sejarahnya, SMMA sejatinya bukan sekadar wilayah konservasi tetapi juga warisan sejarah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini