Erick Tunjuk Bankir yang Setia di Mandiri Jadi Dirut KAI

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bankir yang pakar keuangan Didiek Hartantyo ditunjuk Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menggantikan Edi Sukmoro yang menjabat sejak 2014.

Sebelum ditunjuk Erick, Didiek tidak pernah berkecimpung di bidang transportasi. Dia bahkan lebih dikenal sebagai bankir cuma berkutat di Bank Mandiri dan jabatan terakhirnya sebelum ditunjuk menjadi Dirut KAI adalah Direktur Keuangan Bank Mandiri yang diawali 26 Januari 2016.

Didiek lulus dari Universitas Sebelas Maret, Surakarta, pada 1985. Selanjutnya menyelesaikan Program MBA di Daniel School of Business, University of Denver, AS pada 1995.

Karirnya sebagai bankir dimulai 1988 sebagai Officer Development Program di Bank Export Import Indonesia.

Saat bank tersebut dimerger dengan beberapa bank menjadi Bank Mandiri pada 1999, Didiek dipercaya mengelola anak perusahaannya di Hongkong.

Didiek memiliki karier yang panjang di bank dan pengalamannya meliputi di bidang Manajemen Perbendaharaan, Manajemen Risiko, Perbankan Internasional dan Lembaga Keuangan, Perbankan Korporat, dan Real Estat Perusahaan.

Perihal ditunjuknya Didik dibenarkan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga yang menyatakan pelantikan tersebut dilakukan Jumat 8 Mei 2020 pagi.

Bukan hanya Dirut, Erick juga merombak susunan direksi KAI yaitu Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Usaha ditunjuk Jeffrie N. Korompis, Direktur Keuangan Rivan Achmad Purwantono, Direktur Niaga Maqin U. Norhadi dan Direktur SDM dan Umum Agung Yunanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini