Pakar Standford: Wabah Corona Segera Berakhir Jika Jaga Jarak dengan Ketat dan Tidak Panik

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bukan lockdown, ternyata jaga jarak atau social distancing dan mengendalikan kepanikan yang akan menyelamatkan kita dari serangan virus corona Covid19. Itu bukan pernyataan politisi tetapi pendapat dari ahli biofisika Stanford University dan pemenang Nobel, Michael Levitt.

Levitt yang memenangkan nobel bidang kimia tahun 2013 sebelumnya sudah meramalkan dengan tepat saat epidemi virus tersebut menurun di Cina, sebelum pakar kesehatan lain meramalkannya.

Seperti dilaporkan Times Now News, Levitt menyebut kita semua akan baik-baik saja di tengah wabah itu.

“Yang kita butuhkan adalah mengendalikan kepanikan … kita akan baik-baik saja,” katanya.

Angka-angka soal wabah itu masih bermunculan dan menurut istilih Levitt masih ‘berisik’ sekarang, tetapi dia melihat pertumbuhannya melambat.

Menurut data Universitas Johns Hopkins, sekarang ada 35.224 kasus dan 471 kematian di AS, sedangkan angka kematian di seluruh dunia 17 ribu orang.

Levitt menegaskan imbauan menjaga jarak dan memperoleh vaksinasi flu adalah hal yang sama pentingnya untuk memerangi penyebaran virus tidak lebih luas lagi. Namun, media terlalu menyulut kepanikan warga.

Sebelumnya, Levitt telah membuat laporan optimisnya ketika jumlah kematian meningkat di Cina. Dia justru menyebut tingkat kematian akan melambat hanya dalam waktu seminggu.

Ternyata pada 16 Maret 2020 Cina menghitung terdapat 80.298 kasus dan 3.245 kematian. Levitt menyatakan reaksi berlebihan dapat memicu krisis lain. Hal tersebut dapat menyebabkan masyarakat kehilangan pekerjaan dan keputusasaan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

PKL Teras Malioboro 2: Suara Ketidakadilan di Tengah Penataan Kawasan

Mata Indonesia, Yogyakarta – Sejak relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Malioboro ke Teras Malioboro 2, berbagai persoalan serius mencuat ke permukaan. Kebijakan relokasi yang bertujuan memperindah Malioboro sebagai warisan budaya UNESCO justru meninggalkan jejak keresahan di kalangan pedagang. Lokasi baru yang dinilai kurang layak, fasilitas yang bermasalah, dan pendapatan yang merosot tajam menjadi potret suram perjuangan PKL di tengah upaya mempertahankan hidup.
- Advertisement -

Baca berita yang ini