Omnibus Law, Sekali Gebrak Berbagai Hambatan Langsung Dihajar!

Baca Juga

MATAINDONESIA, – Hai Gaes… Belakangan ini, publik cukup dihebohkan dengan wacana baru yang belakangan dihembuskan oleh pemerintah. Iya, Omnibus Law.
Tapi, apa sih Omnibus Law?
Apa urgensinya bagi Indonesia hari ini?

Atau, jangan-jangan, ini hanya bentuk pengalihan isu atau retorika belaka?

Eitssss, sabar, tunggu dulu. Sebelum saya menjelaskan apa itu Omnibus Law, mari kita berkaca pada realita yang ada di lapangan saat ini.

Apa sih hambatan-hambatan yang ada di masyarakat? Ya, benar sekali. Lapangan kerja. Mulai dari pengangguran, lulusan SMA dan SMK yang tidak tertampung, hingga pengangguran terdidik yang terjadi pada lulusan-lulusan universitas atau perguruan tinggi.

Lalu, apa yang harus dilakukan? Tidak ada lain: pembukaan lapangan kerja! Dengan demikian, jumlah pengangguran akan berkurang, dimana para pekerja produktif akan terserap.

Terdengar simple ya? Tapi faktanya, gak semudah itu gaes.

Begini, untuk membuka usaha itu diperlukan serangkaian aturan-aturan; mulai dari yang level nasional hingga daerah. Ya, bener. Aturan-aturan ini kadang meribetkan!

Tapi bukan itu saja poinnya, Bro. Gak jarang, aturan-aturan itu juga kontradiksi dan tumpeng tindih satu sama lainnya.

Contoh nih: . Untuk Hak Guna Bangunan (HGB), dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria disebut jangka waktunya 30 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 20 tahun ke depan. Sementara, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diungkapkan HGB dapat diberikan hingga 80 tahun dengan diberikan dan diperpanjang di muka 50 tahun serta diperbarui untuk 30 tahun. Aturan yang berbeda ini menimbulkan kebingungan ketika pengusaha konsultasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) ketika HGB akan berakhir.

Bingung, bukan?

Dan uniknya, ini tidak hanya terjadi pada satu peraturan, tapi banyak!

Disaat peraturan di level bawah mulai kontradiksi dan tumpeng tindih, kesempatan ini lah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum pejabat daerah nakal untuk memeras para pebisnis. Bahasa sederhananya, jika ingin mulus, harus ada fulus.

Itulah mengapa, banyak peraturan di level bawah yang menghambat iklim bisnis: misal perizinan menjadi lambat, dan seolah dipersulit.

Kewenangan daerah untuk otonomi daerahnya sendiri, eh justru disalahgunakan untuk memperkaya diri demi kelanggengan kekuasaan dan kepentingan pribadi.

Misalnya nih, tahun 2018 lalu, dimana Bupati Mojokerto dan Gubernur Sulawesi Tenggara non aktif harus berurusan dengan KPK gara-gara perizinan di daerahnya.

Tahun 2019 juga sama, maret 2019, KPK mengusut dugaan korupsi di kasus pemberian izin tambang bauksit di Pulau Bintan Kepri.

Eh, gak lama berselang, 10 Juli 2019, giliran Gubernur Kepri yang berurusan dengan KPK karena kasus suap dalam perizinan rencana reklamasi di Kepri.

Miris kan?

Itulah mengapa Omnibus Law itu ada. Apa sih itu?
Itu adalah satu paket kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dimana didalamnya mengatur pasal-pasal lama, baik itu diubah, dihapus, atau diganti.

Lo, kenapa nggak lewat jalur legislasi saja perubahan pasalnya?

Iya bener, tapi, butuh waktu lama jika harus melalui meja legislasi. Mulai DPR RI, DPRD, Pergub, Perda, dll. Itu akan memakan waktu yang sangat lama.

Alih-alih merevisi satu-persatu pasal, dirapellah semua RUU tersebut menjadi satu paket sehingga cukup 1 kali approval oleh DPR saja. Beres!

Dengan demikian, gak ada lagi aturan-aturan yang memperlambat iklim bisnis, aturan yang tumpang tindih dan aturan-aturan yang kontradiksi sehingga tercipta sebuah kepastian hukum.

Dan yang terpenting, tidak ada lagi aturan-aturan yang bisa dimanfaatkan oleh oknum pejabat nakal daerah untuk memeras para pebisnis, dengan dalih perturan daerah, dan peraturan-peraturan lainnya.

Ujung dari semua itu tidak lain adalah terciptanya jutaan lapangan kerja baru, yang akan menyerap tenaga anak-anak muda kita.

Karena itu, saya optimis jika Omnibus law akan berjalan efektif: karena dengan sekali gebrak, berbagai hambatan langsung dihajar!

Penulis:

Imam Pesuwaryantoro
(Komite Tetap Bidang Smart City, KADIN JABAR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Tegaskan Bansos Harus Bermanfaat, Bukan Alat Judi Daring

Oleh : Wiliam Pratama Bantuan sosial (bansos) yang disalurkan oleh pemerintah merupakan bentuk nyata kepeduliannegara terhadap masyarakat yang terdampak situasi ekonomi. Di tengah tekanan daya beliakibat fluktuasi harga kebutuhan pokok, bansos menjadi instrumen penting untuk menjagastabilitas sosial, membantu keluarga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar, sertamenjadi penguat daya tahan rumah tangga. Namun di balik niat baik itu, terdapat tantanganserius: penyalahgunaan bansos untuk praktik Judi Daring yang merusak sendi ekonomi dan moral masyarakat. Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, secara tegas mengingatkan masyarakatpenerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) agar tidak menyalahgunakan dana bantuan untukaktivitas yang kontraproduktif. Dalam kunjungannya ke Kota Pekanbaru, Wapres meninjaulangsung proses penyaluran BSU yang diberikan kepada pekerja sektor informal dan buruhterdampak ekonomi. Ia menekankan bahwa bansos ini bukan untuk dibelanjakan pada kegiatan spekulatif seperti Judi Daring, tetapi harus digunakan untuk memenuhi kebutuhanpokok dan memperkuat ekonomi keluarga. Peringatan Wapres Gibran bukan tanpa dasar. Praktik Judi Daring saat ini telah menjangkitiberbagai lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berada dalam tekanan ekonomi. Dengandalih “mencari keberuntungan,” sebagian masyarakat justru terjebak dalam pusaran hutangdan ketergantungan. Hal ini sangat ironis, karena dana yang disediakan negara sebagaipenopang hidup justru berpotensi menjadi jalan kehancuran jika tidak digunakan secara bijak. Hal senada juga ditegaskan oleh Gubernur Jawa...
- Advertisement -

Baca berita yang ini