MATA INDONESIA, JAKARTA – Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akhirnya memberhentikan sementara proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Pemberhentian ini akan efektif pada 2 Maret 2020 dan berlaku selama dua minggu ke depan. Pemberhentian itu disahkan dalam surat bernomor BK.03.03-Komite k2/25 yang dikeluarkan pada 27 Februari 2020 lalu.
Plt Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Danis Sumadilaga mengatakan, pemberhentian tersebut merujuk pada hasil pengamatan Komite Keselamatan Konstruksi (K3) PUPR yang menyatakan sistem manajemen konstruksi tidak aman dilanjutkan.
“Iya benar, (penghentian sementara) efektif 2 Maret nanti selama 2 minggu. Alasan utamanya berkaitan dengan metode kerja,” katanya, Sabtu 29 Februari 2020.
Kata Danis, penghentian ini diambil untuk menghindari kecelakaan kerja sebab selama proses kontruksi dilakukan, K3 PUPR menemukan indikasi yang berpotensi membahayakan keselamatan, kesehatan pekerja dan lingkungan.
Dia juga menyebut proyek tersebut ikut menghalangi akses jalan tol dan non tol serta terganggunya sistem drainasi. Pemberhentian ini juga dinilai menjadi sebuah kesempatan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku kontraktor utama untuk mengevaluasi metode kerja yang selama ini diterapkan.
“Pembangunan pilar LRT yang dikerjakan oleh PT KCIC di KM 3 +800 tanpa izin, sehingga berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan,” ujar Danis.
Selain itu, hal lain yang menjadi sorotan adalah mengenai manajemen proyek yang membiarkan penumpukan material pada bahu jalan. Sikap itu diyakini dapat mengganggu keselamatan pengguna jalan dan mempengaruhi kebersihan jalan.
Danies pun meminta agar pengelolaan konstruksi berpedoman pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 21/PR/M/2019 Tentang SMKK yang menjamin keselamatan konstruksi, pekerja, lingkungan, dan publik .
“Pekerjaan dapat dilanjutkan setelah dilakukan evaluasi menyeluruh atas pengelolaan pelaksanaan konstruksi,” ujarnya.
Selain karena banjir, proyek ini tersendat karena prospek pembebasan lahan oleh pihak KCIC belum sepenuhnya berhasil. Saat ini, pembebasan lahan tersebut baru mencapai 99,95 persen. Salah satu wilayah yang terkendala adalah wilayah Tanah Galian, RT 01, RW 01 Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
Pembebasan lahan di wilayah ini berjalan tak mulus karena ada konflik antara pihak TNI Angkatan Udara (AU) Halim Perdana Kusuma dengan warga warga kampung 200, Tanah Galian. Pihak TNI AU mengklaim tanah tersebut adalah miliknya, padahal mereka tak mengantongi surat kepemilikan tanah yang asli.
Sementara yang mengantongi kepemilikan tanah yang asli adalah warga tanah galian atas nama warga keturunan Belanda almarhum (alm) Bob Goldman yang meninggal 27 Mei 2019 lalu.
Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum (alm) Bob Goldman, Servatius Sadipun. “Dari total luas lahan 859 hektar (ha) ini, ada 500 ha yang akan kena gusur untuk proyek kereta api cepat ini,” katanya di Jakarta, Rabu 27 November 2019.
Kata Servatius, kasus saling klaim lahan ini sudah terjadi sejak tahun 2000 dan sudah ditangani oleh sejumlah pengacara namun tak kunjung menemui titik terang.
“Pada waktu itu, pihak AURI mengakui bahwa tanah ini milik mereka. Tapi setelah kita hadapi, ternyata pihak AURI tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan. Lalu pihak AURI berubah dengan argumennya mengatakan, ini tanah Negara yang diberikan kepada AURI. Kembali kita meminta apa buktinya. Tetapi dalam perkara ini AURI tidak terlalu getol (karena memang tak mengantongi bukti yang sah),” ujarnya.
Bila dirunut kepemilikan tanah ini, kata Servatius, tanah ini adala milik Jhon Hendri Humansend. Yang lalu diwariskan kepada anak tunggalnya Yosep Fran Hendrik Humansend. Setelah itu, turun kepada cucu tunggalnya yaitu (alm) Bob Goldman. Kini digantikan dengan istrinya nyonya Nur Helies.
“Status tanah itu Orisinilnya seperti itu. Jadi kode nama tanah itu kampung 200,” katanya.
Ia mengatakan, tindakan tersebut jelas-jelas melanggar ketentuan dalam UU No 2 tahun 2012, Kepres 55 tahun 2003 dan Peraturan Presiden No. 71 tahun 2012. Bahkan kata Servatius, ada indikasi penyalahgunaan kepentingan oleh pejabat tertentu.
“Setelah tahu proyek ini berjalan, mereka minta talangin dulu duit yang jumlahnya tak sesuai (kepada warga). Nanti uang (ganti rugi yang sebenarnya) turun, baru mereka yang terima. Rakyat mau nangis atau jungkir balik itu terserah. Oleh karna itu saya tidak bisa terima akan saya ambil langkah ke KPK. Presiden juga harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-Cina atau KCIC Chandra Dwiputra juga menilai proses pembebasan lahan untuk proyek ini sangat kompleks dan memakan waktu yang tak sedikit.
Menurut dia, pemerintah bersama perusahaan perlu melakukan beberapa kali pengecekan luas lahan lantaran jumlahnya berubah-ubah. Nama pemilik lahan pun diakui tak tetap.
Padahal KCIC menargetkan kereta cepat Jakarta-Bandung akan beroperasi pada 2021. Saat ini, proses pembangunan fisik telah mencapai 42 persen.
Di jalur rel kereta cepat, KCIC nantinya akan membangun sebelas terowongan. Namun yang baru selesaikan baru satu terowongan.
Lalu akan ada empat stasiun yang direncanakan bakal menyokong jalur kereta cepat. Keempatnya adalah Stasiun Halim, Stasiun Karawang, Stasiun Walini, dan Stasiun Tegalluar.
Setelah beroperasi, kereta cepat akan mengangkut penumpang dari Jakarta menuju Bandung sejauh 142,3 kilometer. Waktu tempuh perjalanan dengan mode transportasi ini dapat ditempuh hanya dalam tempo 46 menit.