MATA INDONESIA, SYDNEY – Anggota parlemen asli Australia yang baru terpilih, Lidia Thorpe mengambil sumpahnya dengan mengangkat tinjunya ke atas kepala. Hal tersebut merupakan sebuah aksi protes dan ia juga menyebut Ratu Elizabeth sebagai “ratu penjajah”.
Ia mengatakan bahwa rasanya seperti berlutut pada pembunuh ketika ia harus bersumpah sebagai anggota paelemen yang baru. Sebab, sumpah tersebut adalah bentuk kesetiaan. Sedangkan menurutnya Ratu Elizabeth adalah wujud kekuatan penjajah yang telah menyebabkan banyak kerugian bagi rakyat.
Kematian Ratu Elizabeth menyebabkan orang-orang First Nations dari Kanada hingga Australia dan bekas koloni di Karibia angkat bicara tentang rasa sakit yang menerpa mereka.
Beberapa dari mereka juga menyerukan untuk menghapus monarki sebagai kepala negara di beberapa negara.
Aksesi Raja Charles datang di tengah meningkatnya anti-kolonialisme yang berasal dari kesadaran yang berkembang dari kekejaman sejarah.
Melansir dari Reuters,“Ada kesadaran populer yang meningkat seputar ketidakdilan di seluruh dunia, apa yang dilakukan atas nama bangsa sendiri untuk eksploitasi masyarakat adat,” kata Veldron Coburn, seorang profesor adat Anishinaabe di Universitas Ottawa, kanada.
Seruan meningkat di negara-negara Karibia untuk pembayaran reparasi dan permintaan maaf atas perbudakan. Sementara di Kanada, para pemimpin ingin monarki bertindak berdasarkan ketidakadilan sejarah.
Thrope dalam hal ini membandingkan keputusan pemerintah untuk mengadakan hari berkabung bagi ratu dengan mengabaikan historis terhadap penduduk asli Australia.
Melansir dari Reuters, ia mengatakan “Ini hanyalah paku di peti mati dalam hal bagaimana perasaan kami dan bagaimana kami diperlakukan sebagai orang Bangsa Pertama, sepertinya kita tidak pernah ada,” Kata Thrope.
Perubahan demografis di negara-negara persemakmuran, dan tuduhan rasisme dalam keluarga kerajaan setelah keluarnya Harry dan Meghan, telah menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang perlunya raja yang jauh sebagai kepala negara.