MATA INDONESIA, JAKARTA-Pemerintah didorong untuk mempercepat pelaksanaan program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi. Hal itu dikatakan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan.
Langkah ini dilakukan demi menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN) di tengah kenaikan biaya impor akibat lonjakan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) menyentuh angka 117,62 US dolar per barel pada Juni 2022.
Begitupula, tren harga Contract Price Aramco (CPA) masih di tinggi pada bulan Juli ini mencapai USD 725/Metrik Ton (MT) atau lebih tinggi 13 persen dari rata-rata CPA sepanjang tahun 2021 akibat perang Rusia dan Ukraina.
Untuk diketahui, CPA adalah salah satu acuan dalam menetapkan harga liquid petroleum gas (LPG).
“Apalagi saat ini LPG 3 kg ini didistribusikan secara terbuka, sehingga tidak tepat sasaran. Ketika di konversi ke kompor listrik maka akan mengurangi jumlah pengguna LPG,” katanya.
Mamit menyampaikan, sebagai negara dengan sumber daya alam (SDA) melimpah seharusnya bukan perkara sulit bagi Indonesia untuk mempercepat konversi kompor LPG ke kompor induksi. Mengingat, keberadaan batu bara dan gas alam masih belum dikelola secara optimal.
Terlebih lagi, saat ini, tren kenaikan harga komoditas energi dunia terus berlanjut imbas perang Rusia dan Ukraina.
Alhasil, PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga jual gas LPG non subsidi sebesar Rp2.000 per kilogram mulai 10 Juli 2022 lalu.
“Saya kira kini saatnya kita optimalisasi hasil sumber daya alam sendiri yaitu batu bara dan gas alam sebagai sumber energi primer kita. Melalui program konversi dari bbm ke kompor induksi akan membantu mengurangi beban subsidi pemerintah terutama subsidi LPG,” katanya.