MATA INDONESIA, JAKARTA – Salah satu teladan yang harus diambil dari almarhum Fahmi Idris adalah semangat belajarnya yang tak pernah padam, meski selangkah lagi menuju liang lahat.
Kata itu bukan kiasan, karena tidak sampai setahun lalu, lelaki kelahiran Jakarta, 20 September 1943 tersebut berhasil meraih gelar doktor ilmu filsafat dari Universitas Indonesia.
Saat itu usianya 77 tahun, 10 bulan, sehingga menarik perhatian dosen penguji doktoralnya.
Disertasi doktornya pun tidak dibuat seadanya, pengujinya memberi nilai rata-rata 87,5 atau cum laude.
“Bahwa apa yang dilakukan Pak Fahmi Idris adalah bentuk tanggung jawab atas kehidupan, tentang begitu pentingnya pendidikan,” begitu putri Fahmi, Fahira Idris, mengutipkan pernyataan sang ayah saat menjawab keheranan dosen penguji doktornya kala itu.
Keinginan dan tekad besar Fahmi belajar sampai kapanpun berasal dari ibundanya, Hj. Maryam.
Sang ibu mengingatkan Fahmi bahwa belajar adalah pekerjaan sepanjang hayat atau selama hidup.
Doktor filsafat itu juga bukan gelar sarjana strata 3 pertamanya. Gelar pertamanya adalah doktor bidang Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dari Universitas Negeri Jakarta pada 2012
Gelar itu juga diraihnya dalam usia yang juga tidak muda yaitu 69 tahun.
Sama halnya ketika dia memperoleh gelar sarjana strata 2 di bidang hukum bisnis pada 2010.
Saat diwisuda di Universitas Padjadjaran Bandung saat itu usianya sudah menginjak 67 tahun.
Almarhum benar-benar memegang petuah ibundanya agar “belajar sepanjang hayat.”