Puasa tak Hanya Milik Umat Muslim, di Agama Lain Pun Ternyata ada Tradisinya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari pertama puasa di Bulan Ramadan 1443 H jatuh pada hari ini, Minggu 3 April 2022.

Umat Islam di Indonesia akan menjalankan kewajiban berpuasa seharian penuh mulai dari Imsak hingga Maghrib selama satu bulan penuh.

Namun, ternyata ibadah puasa tidak hanya dijalankan umat Islam saja, lho. Pemeluk agama lain pun ternyata juga punya tradisi ibadah puasa dengan cara yang berbeda. Namun, inti dari maksud dan tujuan puasa tiap agama hampir sama yaitu untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, melatih disiplin dan kesabaran, hingga aspek rohani lainnya.

Berikut agama yang mengajarkan puasa dengan aturannya masing-masing.

Katolik

Dalam agama Katolik, dikenal istilah berpantang dan berpuasa.  Yakni masa puasa pra-Paskah.

Masa puasa tersebut berlangsung selama 40 hari. Dari Rabu Abu hingga Jumat Agung. Puasa ini wajib bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun ke atas. Dan mereka hanya diizinkan untuk makan kenyang sekali saja dalam sehari.

Sedangkan untuk yang berusia 14 tahun ke atas, mereka berpantang dengan menghindarkan diri dari hal-hal yang duniawi.

Misalnya makan daging, garam, atau bahkan merokok. Berpantang dan berpuasa ini merupakan cara umat Katolik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan menyatukan dengan pengorbanan Yesus Kristus.

Protestan

Keyakinan puasa umat Kristen Protestan tidak ada bedanya dengan puasa umat Katolik. Yaitu berpuasa selama masa pra-Paskah. Biasanya dari  Rabu Abu dan Jumat Agung selama 40 hari. Cara berpuasa umat Kristen Protestan yaitu tidak makan dari matahari terbit hingga terbenam. Dan ada juga melakukan pantangan.

Dalam keyakinan umat Kristen Protestan, puasa merupakan ibadah sukarela atau berdasarkan kebutuhan umat. Tetapi, beberapa Pendeta Gereja menetapkan umatnya untuk puasa sebagai ibadah rutin.

Buddha

Agama Buddha memiliki tradisi puasa yaitu Uposatha. Penentuan tanggal pelaksanaan puasanya berdasarkan aliran ajaran Buddha yang di ikuti, namun tetap mengikuti perhitungan kalender Buddhis.

Saat berpuasa, umat Buddha masih diperbolehkan minum, tapi tidak boleh makan. Ada delapan aturan selama melakukan Uposatha, yakni:

Tidak mencuri, melakukan kegiatan seksual, membunuh, berbohong, makan pada saat siang dan dini hari, menonton hiburan, memakai kosmetik, parfum, dan perhiasan.

Praktik puasa ini sejak masa kehidupan Sidharta Buddha Gautama.

Hindu

Tradisi puasa dalam agama Hindu adalah Upawasa. Ada yang wajib dan ada juga yang tidak.

Salah satu Upawasa yang wajib adalah Upawasa Siwa Ratri. Yakni umat Hindu tidak boleh makan dan minum dari matahari terbit hingga terbenam. Juga ada Nyepi dengan cara tidak makan dan minum sejak fajar hingga keesokan harinya.

Puasa wajib yang lainnya dalam agama Hindu ada puasa penebusan dosa, puasa tilem, dan purnama.

Konghucu

Dalam agama Konghucu, ibadah puasa terbagi menjadi dua golongan yaitu, puasa rohani dan puasa jasmani.

Puasa rohani dengan menghindari diri dari perbuatan jahat dan asusila. Sedangkan puasa jasmani dengan menahan diri memakan makanan dan minuman saat Imlek tiba, satu bulan penuh. Waktu puasa dari pukul 05.30 hingga 22.00 waktu setempat. Umat Konghucu melakukan ibadah puasa untuk menyucikan diri, menjaga perkataan dan perilaku.

Yahudi

Puasa umat Yahudi biasanya pada hari raya Yom Kippur. Umat Yahudi berpuasa selama 25 jam. Larangannya mereka adalah makan, mimun, gosok gigi, berhubungan badan, Umat Yahudi mengamalkan puasa sampai ke enam hari pada satu tahun. Selain Yom Kippur puasa tidak boleh jika bertepatan dengan hari Sabat (Sabtu). Namun bisa diganti pada hari lain.

Reporter: Dhea Salsabila

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini