MATA INDONESIA, JAKARTA – Pada saat pandemi Covid-19 selama dua tahun berturut-turut, ibadah salah tarawih hanya bisa di rumah dan tidak di masjid. Padahal lazimnya tradisi orang Indonesia, tidak afdhol rasanya kalau salat Tarawih tidak berjamaah.
Salat sunah yang hanya ada pada Ramadan ini menjadi ciri khas umat Islam di Indonesia dengan menyelenggarakannya di masjid bersama-sama.
Nah benarkah salat tarawih itu berjamaah di masjid? atau melakukannya sendirian?
Dahulu, Nabi Muhammad SAW pernah mengerjakan salat ini di masjid, bersama dengan beberapa sahabat. Namun, Nabi SAW kemudian tidak melaksanakan salat ini di masjid karena khawatir ini menjadi kewajiban.
Pasalnya, saat itu makin banyak sahabat yang bermakmum kepada Nabi SAW. Dalam sejarahnya, Nabi SAW awalnya melakukan salat ini dengan 3 kali kesempatan pada bulan Ramadan tahun kedua Hijriah.
Muhammad Mahmud Nasution dalam Jurnal Fitrah Vol 1 No 2 (2015) mengatakan, Nabi melakukan salat tarawih pertama di masjid pada 23 Ramadan tahun 2 H. Dan sahabat mulai mengikutinya.
Lalu, Nabi Muhammad kembali mengerjakan salat tarawih pada 25 Ramadan. Saat itu, bertambah lagi sahabat yang mengikuti. Tarawih ketiga Nabi pada 27 Ramadhan. Dan makin banyak lagi sahabat yang mengikutinya dengan berjamaah bersama Nabi.
Namun setelah itu Nabi tidak kelihatan lagi salat tarawih di masjid. Padahal saat itun sudah 29 Ramadan dan para sahabat menunggunya. Nabi Muhammad SAW sengaja melakukan hal tersebut karena khawatir bahwa nantinya salat tarawih menjadi wajib. Setelah itu para sahabat mengerjakan salat sendiri-sendiri.
Rasulullah mengatakan di hadapan para sahabat usai salat fajar, “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya” (H.R Bukhari).
Nabi melaksanakan salat tarawih sejumlah 8 atau 10 rakaat. Selanjutnya, Nabi SAW menutupnya dengan salat witir sehingga totalnya ada 11 rakaat. Aisyah, istri Rasulullah, mengatakan, “Bahwasanya Nabi SAW tiada mengerjakan salat malam, baik di Ramadan, maupun di lainnya, lebih dari sebelas rakaat.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).
Nah, perubahan salat tarawih menjadi berjamaah berawal di zaman Khalifah Umar bin Khattab. Di suatu malam bulan Ramadan, Khalifah Umar pergi ke masjid bersama Abdurrahman bin Abdul Qari.
Ia menemukan masyarakat terbagi menjadi beberapa kelompok terpisah dalam melaksanakan Salat tarawih. Melihat hal ini, Umar berkata, “Menurutku akan lebih baik jika aku kumpulkan mereka pada satu imam.”
Ustaz Ahmad Zarkasih Lc dalam buku Sejarah Tarawih menjelaskan, dari riwayat Imam al-Marwadzi dalam kitabnya Kitab Qiyam Ramadhan, dari al-Hasan, Khalifah Umar memerintahkan Ubai untuk menjadi imam. Saat itu Ubai tidur pada seperempat pertama malam, lalu mengerjakan sholat pada 2/4 malam setelahnya, dan selesai pada 1/4 malam terakhir. Mereka pun pulang dan sahur.
Mereka membaca 5-6 ayat pada setiap rakaat, sholat dengan 18 rakaat yang salam setiap dua rakaat. Dan memberikan mereka istirahat sekadar berwudhu dan menunaikan hajat mereka.
Menurut Zakarsih istilah Tarawih muncul karena dalam riwayat di atas, Ubai bin Ka’ab mendapat perintah dari Khalifah Umar untuk menjadi imam Tarawih dengan bacaan 5-6 ayat di setiap rakaat. Dan setiap 2 rakaat, istirahat. Dengan redaksi riwayat seperti ini. ‘Memberikan mereka istirahat sekadar berwudhu dan menunaikan hajat mereka.'”
Bisa jadi, menurut Zarkasih, itulah mengapa istilah salat adalah Tarawih. Karena pelaksaannya ketika imam salat memberikan banyak tarwiih alias istirahat untuk makmum pada setiap selesai dua rakaat. Itu berarti, jika salat dengan 18 rakaat, mereka mendapatkan 9 kali tarwih.
Kalau salat itu 20 rakaat, tarwih yang ada menjadi 10 kali. Apalagi jika tambahan dengan tiga rakaat witir yang formatnya dua rakaat plus satu. Itu berarti tarwih manjadi 12 kali.
“Karena itulah sholat ini dinamakan sholat Tarawih karena di dalamnya imam memberikan banyak tarwih alias istirahat di setiap selesai salam,” katanya
Di Indonesia, pada umumnya salat tarawih dikerjakan 8 rakaat ditambah dengan 3 witir atau 20 rakaat dengan tambahan 3 witir.
Reporter: Azizah Fadhila