MATA INDONESIA, TAMILOUW – Aparat Kepolisian Resort Maluku Tengah diduga melakukan tindakan represif yang mengakibatkan 18 masyarakat Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah mengalami luka berat dan luka ringan. Kejadian itu berlangsung pada Selasa 7 Desember 2021, sekitar pukul 05.20 WIT.
Aksi anarkis tersebut menuai kritik dari Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Periode 2021-2023. Sekretaris Bidang Pembangunan Politik Demokrasi dan Pemerintahan PB HMI Dody Tomagola menjelaskan bahwa aparat Kepolisian Resort Maluku Tengah masuk ke kawasan Tamilow sudah menunjukkan akan ada aksi anakisme.
Lantaran mereka dilengkapi 247 personil berseragam lengkap, menggunakan 2 Baracuda, 1 unit Watercanon, mobil Intel Polres Maluku Tengah dan kendaraan truk Brimob yang secara keseluruhan berjumlah 24 kendaraan.
“Kita tau, tindakan anarkis sangat dikecam oleh negara bahkan sesama manusia tidak harus saling melukai. Sayangnya, hal ini dilalukan oleh satuan kepolisian yang didapuk dengan slogan mengayomi dan melindungi masyarakat,” ujarnya.
Ia mendapat informasi bahwa kedatangan para personil polisi itu untuk melakukan penangkapan terhadap warga Tamilouw atas dugaan tindak pidana pengrusakan Kantor Desa Tamilouw dan pengrusakan tanaman.
“Harusnya pihak kepolisian melihat situasi. Bukan langsung melakukan tindakan penembakan yang membabi buta dengan alasan pelaku tidak koperatif terhadap pemanggilan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Maluku Tengah.” katanya.
Menurutnya, tindakan itu disinyalir tidak mematuhi ketentuan dalam Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tentang syarat penangkapan serta Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pemolisian Masyarkat (Polmas).
Dody menambahkan bahwa tindakan ini juga telah melanggar Pasal 5 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang dalam penjelasannya adalah untuk mencegah dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip persuasif.
Selain itu, peraturan Kapolri dalam Pasal 3 juga menekankan bahwa dalam penggunan kekuatan pengaman kepolisian haruslah mengedepankan prinsip proporsionalitas yang berarti penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman dan tingkat kekuatan yang ada.
“Pelangaran ini murni kelalaian Kapolres Maluku tengah (AKBP Rosita Umasugi, S.I.K). Untuk itu, Propam dan Kapolri harus mengevaluasi tindakan lapangan aparat Kepolisian Resort Maluku Tengah dan dengan tegas memecat Kapolres Maluku Tengah bila tidak, tentu akan mencoreng nama baik Polri,” ujarnya.