Disebut Pernah Menikah Sesama Jenis, Celine Evangelista Buka Suara

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Celine Evangelista pernah dikabarkan menikah sesama jenis sebelum mengikat janji suci dengan Stefan William. Dia angkat bicara soal itu di YouTube Denny Sumargo.

Beberapa tahun lalu, Celine sempat membuat heboh dengan kabar menikah sesama jenis di Los Angeles, Amerika Serikat. Padahal, saat itu Celine sedang menghitung hari akan menikahi Stefan William.

Kala itu, beredar foto-foto Celine menikahi perempuan bernama Intan Bacil. Kemudian, ibunda Celine, Vicentia Nurul, membenarkan kabar tersebut.

Kabar itu muncul lagi ke permukaan saat Celine bercerai dengan Stefan. Lagi-lagi sang bunda yang menguak soal pernikahan sesama jenis itu.

“Itu berita udah lama banget tuh. Itu berita waktu gue sama Stefan mau menikah. Jadi nyokap gue ngeluarin berita itu. Beritanya hilang, sekarang udah cerai keluar lagi tuh beritanya,” kata Celine.

Meski terus disudutkan sang bunda, Celine mengaku takkan melawan dan memilih diam soal kabar pernikahan sesama jenis itu.

“Nyokap gue, Ibu gue ngopong apapun di media tentang gue. Apapun itu bilang apa, mau bagaimana? Gue gak mau melawan. Karena dia ibu yang melahirkan gue,” ujarnya.

“Gue cuma mau diam aja dan berdoa aja semua yang terbaik buat dia. Semoga dia dikasih kesehatan, panjang umur, dikasih kehidupan yang bahagia,” ungkapnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini