MATA INDONESIA, JAKARTA – Selain di Indonesia, Belanda juga memiliki daerah kolonisasi di Amerika Serikat. Di antara nya ialah Pavonia dan Brooklyn maupun New York sekarang.
Kolonisasi Belanda di Amerika dimulai pada abad ke-17. Mereka menjajah dengan melakukan pendirian pos-pos perdagangan dan perkebunan. Benteng dan permukiman Belanda pertama berada di sepanjang Sungai Esseuibo, Guyana.
Pada tahun 1602, Republik Tujuh Belanda Bersatu menyewa Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) untuk menjalani misi dan menjelajahi Sungai dan Teluk Amerika Utara. VOC juga yang masuk pertama ke Nusantara sebelum pemerintahan Hindia Belanda terbentuk.
Sepanjang perjalanan, para penjelajah Belanda itu dituntut untuk mengklaim setiap daerah yang belum dipetakan untuk menjadi bagian Provinsi Bersatu. Seiring berjalannya waktu, mereka mendirikan provinsi dengan nama New Netherland di daerah yang berhasil dikuasai.
Tahun 1610, VOC juga menugaskan penjelajah Inggris, Henry Hudson untuk menemukan Jalur Barat Laut ke Hindia, serta menemukan dan mengklaim bagian VOC di Amerika Serikat maupun Kanada.
Hudson pun memasuki Teluk New York dengan perahu layar lalu menuju sebuah sungai yang kini disematkan namanya, Sungai Hudson.
Pada 1614, Adriaen Block memimpin ekspedisi ke Sungai Hudson lebih jauh lagi hingga menjelajahi Sungai Timur di atas Onrust.
Ia ternyata menjadi orang Eropa pertama yang diketahui menavigasi Hellegat untuk mendapatkan akses ke Long Island Sound.
Untuk menghormatinya, pulau tersebut dinamakan Block Island dan Block Island Sound. Pada tahun yang sama, ia kembali ke Amsterdam untuk menyusun peta dan memakai nama “New Netherland” untuk pertama kalinya terhadap wilayah yang disebut Virginia Inggris dan Kanada Prancis.
Setelah itu, Hudson diberi hak perdagangan eksklusif oleh pemerintah Belanda, dan naik menjadi perusahaan monopoli pertama di Manhattan.
Lalu di tahun 1615, permukiman Belanda pertama di Amerika didirikan yaitu Fort Nassau, Castle Island di sepanjang Hudson dekat Albany. Permukiman itu berfungsi sebagai pos terdepan untuk berdagang bulu dengan penduduk asli Lenape yang berikutnya diubah menjadi Fort Orange.
Pada tahun 1626, Direktur WIC Peter Minuit membeli pulau Manhattan dari penduduk asli Lenape dan membangun Fort Amsterdam yang berkembang menjadi pelabuhan utama serta membentuk ibu kota bernama New Amsterdam.
Selanjutnya, koloni itu berkembang ke daerah-daerah seperti Pavonia, Brooklyn, Bronx, dan Long Island. Nyatanya, tidak semua penduduk New Netherland beretnis Belanda
karena banyak yang berasal dari negara Eropa lainnya.
Pada 1664, ekspedisi angkatan laut Inggris diperintahkan Pangeran James, Adipati York dan Albany (kemudian Raja James II dan VII) agar segera berlayar di pelabuhan di New Amsterdam untuk melakukan suatu penyerangan.
Namun, Direktur Jenderal Peter Stuyvesant memilih menyerah karena jumlah pasukannya sedikit dan memilih merundingkan pasal kapitulasi yang menguntungkan.
Provinsi New Amsterdam tersebut akhirnya diubah menjadi New York. Fort Orange turut diubah menjadi Fort Albany. Wilayah Hudson yang lebih rendah dan Delaware diserahkan kepada pemilik menjadi New Jersey.
Hilangnya New Netherland mengakibatkan Perang Inggris-Belanda Kedua berlangsung 4 Maret 1665 – 31 Juli 1667.
Untuk mengakhiri konflik itu, beredar Perjanjian Breda yang isinya Belanda akan menyerahkan klaim mereka ke Belanda Baru dengan imbalan wilayah di Suriname.
Dari tahun 1673 hingga 1674, wilayah-wilayah itu kembali menjadi rebutan. Pada tahun 1674, kapten angkatan laut Belanda Jurriaen Aernoutsz juga sempat merebut dua benteng di koloni Prancis Acadia, yang ia klaim sebagai wilayah Belanda koloni baru, New Holland.
Keberhasilan Belanda itu menimbulkan persaingan sesama negara Eropa, salah satunya Inggris. Antara 1652 dan 1674, kedua negara itu berperang sebanyak tiga kali.
Konsekuensi dari perang itu adalah wilayah New Netherland berada di bawah kendali Inggris di tahun 1664.
Meski begitu, pengaruh Belanda tetap kuat di bekas New Netherland sepanjang abad ke-17. (Annisaa Rahmah)