Pengamat Nilai Pengacara Rizieq Tak Terima Hasil Vonis Hal Wajar

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Wasekjen Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin merespons vonis empat tahun penjara yang menjerat Rizieq Shihab atas sidang perkara swab tes di RS Ummi Bogor, Jawa Barat.

Novel menuding keputusan majelis hakim bernuansa politis untuk membatasi ruang gerak Rizieq Shihab. Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menilai bahwa reaksi dari Novel Bamukmin terbilang wajar karena posisinya juga sebagai kuasa hukum Rizieq Shihab.

“Ya pastilah karena memang keadilan itu sangat relatif tergantung perspektif dari mana dia menilainya orang yang kena vonis tinggi mengatakan tidak adil orang kena vonis rendah bilang tidak adil,” kata Islah kepada Mata Indonesia News, Minggu 27 Juni 2021.

Islah mengemukakan bahwa setiap narasi dan pernyataan yang diungkapkan oleh kuasa hukum Rizieq termasuk Novel Bamukmin memperlihatkan bahwa ada upaya penggiringan opini. Ia menilai penggiringan tersebut bertujuan untuk memengaruhi vonis atas Rizieq Shihab.

“Berbagai narasi yang diungkapkan oleh pengacara kita sudah bisa melihat ini eskalasinya seolah giring kasus ini ke arah politik, supaya hakim banding terpengaruh oleh konstruski ya mereka buat,” kata Islah.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis hukuman empat tahun penjara terhadap Rizieq Shihab atas kasus pemalsuan hasil tes swab di RS Ummi Bogor, Jawa Barat.

Ketua Majelis Hakim Khadwanto telah menyatakan bahwa Rizieq terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran.

“Terdakwa telah secara sah dan dengan sengaja menimbulkan keonaran di kalangan rakyat sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata Hakim Khadwanto saat membacakan putusan di PN Jakarta Timur, Kamis 24 Juni 2021 lalu.

Selain itu, mantan pimpinan FPI ini juga dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 14 ayat (1) subsider Pasal 14 ayat (2) subsider Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini