Pakar: PPN Sembako dan Pendidikan Jangan Diterapkan Sekarang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Niat pemerintah menetapkan pajak pendidikan dan sembako sebenarnya baik dan dua hal yang terkandung dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) agar tercipta keadilan pajak. Namun pakar perpajakan mengharapkan penerapannya tidak sekarang, tetapi saat ekonomi sudah pulih.

Pakar perpajakan dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Dr. Jody Antawidjaja, menyarankan sekarang lebih banyak mempertajam dan menyempurkankan RUU KUP tersebut.

“Bahwa penerapannya menunggu ekonomi pulih dan bertahap, pemerintah dan DPR dapat dipastikan mengutamakan saat yang tepat untuk mengundangkan peraturan tersebut,” ujar Jody dalam keterangan tertulis yang diterima Mata Indonesia News, Kamis 17 Juli 2021.

Sistem baru itu diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan dengan mengurangi distorsi dan menghilangkan fasilitas yang tidak efektif.

Hal itu diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan membayar pajak dan mengoptimalkan pendapatan negara.

Soal yang membuat gaduh adalah beredarnya wacana di masyarakat mengenai pengenaan PPN untuk sembako dan jasa pendidikan dalam draf RUU KUP yang beredar terutama pada redaksional Pasal 44 E RUU KUP tersebut.

Klausul itu menghapus ketentuan Pasal 112 Angka 2 Ayat (2) Huruf b UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah sejumlah ketentuan Pasal 4A ayat 2 UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang membahas pengecualian pengenaan PPN dan PPnBM.

Wacana itu pun seperti membangunkan kucing tidur yang sakit gigi, karena saat Pandemi Covid19 belum terkendali sehingga membuat orang hampir putus asa, pemerintah seolah akan memperberatnya dengan pengenaan PPN pada sembako dan jasa pendidikan.

Pasal 4A ayat 2 huruf b UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang PPN dan (PPnBM) semula menyebutkan, “barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak”, sebagai salah satu jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Di draf revisi UU KUP yang beredar, klausul ini dihapus. Begitu juga Pasal 4A ayat 3 huruf g di Undang-undang tersebut yang semula menyatakan jasa pendidikan tidak dikenai PPN juga dihapus. Artinya, atas jenis Barang dan Jasa tersebut akan dikenakan PPN dari semula tidak dikenakan.

Namun bukan hanya sembako dan jasa pendidikan yang akan dikenai PPN pada revisi peraturan tersebut. Berdasarkan draf pasal 4A ayat 2 huruf a dan b adalah barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya serta barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak hingga jasa kesehatan.

Namun, RUU KUP itu belum dibahas, apalagi disetujui DPR dan pemerintah sehingga masih banyak ruang untuk memperbaikinya.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kasus ISPA di Jogja Capai 485 pada Oktober 2024, Dinkes Ingatkan Masyarakat Lebih Waspada

Mata Indonesia, Yogyakarta - Peralihan cuaca dari panas ke dingin di pertengahan November ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja mengingatkan terhadap adanya kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan radang tenggorokan (faringitis). Berdasarkan data, sebanyak 485 kasus ISPA dilaporkan di seluruh puskesmas Kota Jogja hanya dalam periode 13-17 Oktober 2024 bulan kemarin.
- Advertisement -

Baca berita yang ini