MATA INDONESIA, Dua partai politik berbasis massa Islam, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membuka peluang untuk membentuk koalisi partai politik Islam menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Rencana ini muncul setelah pimpinan pusat kedua partai tersebut bertemu pada hari Rabu (14/4).
Sekretaris Jenderal DPP PKS, Aboe Bakar Al-Habsyi, menyatakan waktu untuk membahas kemungkinan terbentuknya koalisi partai masih panjang mengingat penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih terhitung tiga tahun mendatang. Oleh karena itu, PKS dan PPP membuka diri bagi partai lain untuk berkoalisi pada Pemilu 2024. Dalam kesempatan yang sama, Sekjen DPP PPP Arwani Thomafi pun mengatakan peluang membentuk koalisi merupakan salah satu poin penting membangun demokrasi yang lebih baik. Atas dasar itu, menurutnya PPP akan sangat terbuka untuk berkoalisi dengan partai lain demi kepentingan umat.
Menyikapi hal ini, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra mendukung terbentuknya poros tengah yang berisikan koalisi partai-partai Islam di Pemilu 2024 mendatang. Yusril mengatakan Pemilu masih tiga tahun lagi. Namun, lebih cepat membahas hal di atas akan lebih baik.
Selain Yusril, rencana ini juga disambut baik oleh Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid. Jazilul membuka kemungkinan pihaknya mendukung wacana tersebut. Jazilul mengatakan rencana tersebut harus digagas serius dan punya arah yang jelas untuk masyarakat luas. Jazilul juga menilai wacana tersebut bisa membangun poros kekuatan demokrasi baru di Indonesia. Salah satunya adalah dengan menawarkan ide dan pelbagai program keummatan yang lebih baru.
Rencana koalisi partai politik Islam menjadi sebuah wacana baru untuk memunculkan alternatif pada Pilpres 2024. Mengingat waktu Pemilu yang masih panjang, maka terbuka peluang rencana itu dapat terealisasikan. Berikut ini beberapa catatan menyikapi rencana pembentukan koalisi Partai Politik Islam.
Pertama, koalisi Partai Islam dapat terbentuk jika semua partai politik Islam memiliki kesepemahaman platform tentang Indonesia di masa depan. Apalagi di tengah kondisi masyarakat yang terbelah, maka sudah saatnya partai politik berperan menjadi pemersatu bangsa, bukan lagi menggunakan sentimen identitas sebagai alat untuk memenuhi hasrat kepentingan semata.
Kedua, adanya kesamaan platform tersebut diikuti dengan gagasan perubahan yang relevan dengan kebutuhan rakyat. Hal ini yang kemudian diformulasikan ke dalam komitmen koalisi. Kesepakatan yang telah terbentuk itu kemudian dituangkan dalam dokumen visi misi, serta program yang akan diusung oleh calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Ketiga, dalam mengusung capres dan cawapres, perlu ada terobosan untuk menghindari perpecahan di antara koalisi. Salah satunya dengan melalui mekanisme penyelenggaraan konvensi. Namun, konvensi ini harus mensyaratkan bahwa peserta konvensi hanya ditujukan bagi kader-kader dari internal partai politik Islam itu sendiri, bukan dari tokoh di luar partai yang hanya ingin memanfaatkan partai politik Islam semata. Hal ini sangat penting karena sebagai bagian penguatan fungsi partai dalam rekrutmen politik.
Keempat, penyelenggaraan konvensi pun harus diikuti dengan kualitas manajemen penyelenggara yang baik dan sistem meritokrasi. Mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraanya. Jangan sampai ada politik uang yang hadir dalam konvensi tersebut. Jika ada praktik politik uang dalam konvensi, maka hal ini akan mengancam soliditas koalisi. Oleh karena itu, penyelenggaraan konvensi ini harus memerlukan komitmen dari koalisi partai sebagai bagian dari demokratisasi internal partai, dan juga pembenahan kelembagaan partai.
Penulis: Arfianto Purbolaksono –
Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute