MATA INDONESIA, BRUSSELS – Kepala Organisasi Kesehatan Dunia untuk Eropa, Hans Kluge mengatakan bahwa peluncuran vaksinasi COVID-19 di Benua Biru sangat lamban. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa penundaan pemberian vaksin berpotensi memperpanjang pandemi.
Hanya 10 persen dari populasi di Benua Eropa yang telah menerima suntikan vaksin COVID-19 pertama dan hanya 4 persen dari seluruh populasi yang telah menyelesaikan suntikan kedua, ungkap Hans Kluge.
“Peluncuran vaksin ini sangat lamban. Kami harus mempercepat proses ini dengan meningkatkan produksi, mengurangi hambatan dalam pemberian vaksin, dan menggunakan setiap setiap vaksin yang kami miliki saat ini,” kata Hans Kluge, melansir Reuters.
Negara-negara di Eropa dinilai lebih lamban ketimbang Inggris dan Amerika Serikat, tidak hanya soal pemesanan tetapi juga dalam memberikan izin. Bahkan setelah mendapatkan izin, tingkat vaksinasi di negara-negara Eropa masih tertinggal dari dua Inggris dan AS.
Kluge menambahkan, infeksi virus corona baru di Eropa meningkat di setiap kelompok usia, kecuali mereka yang berusia di atas 80 tahun. Ini pertanda bahwa vaksinasi yang diberikan pada golongan usia tersebut berhasil, sayangnya justru membuat generasi muda rentan terinfeksi virus corona.
“Karena varian kekhawatiran terus menyebar dan tekanan pada rumah sakit tumbuh. Maka mempercepat peluncuran vaksinasi sangatlah penting,” demikian pernyataan WHO.
Selain karena pasokan vaksin COVID-19 yang terbatas, vaksin buatan Inggris, AstraZeneca juga menjadi polemik usai hadirnya laporan pembekuan darah di antara mereka yang menerima vaksin AstraZeneca di Eropa.
Selain itu adanya konflik mengenai ekspor dan penundaan oleh sejumlah produsen vaksin virus corona menahan momentum vaksinasi di Benua Eropa.
Sebelumnya, Presiden Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen kecewa dengan perusahaan vaksin asal Inggris, AstraZeneca. Hal ini dikarenakan kurangnya pengiriman vaksin COVID-19, padahal gelombang infeksi ketiga tengah melonjak di seluruh penjuru Eropa.
Ursula von der Leyen pun memberi peringatakan keras kepada pihak AstraZeneca dan meminta perusahaan tersebut untuk bertanggung jawab dengan menaati kaidah yang telah disepakati.
“Perusahaan harus mengejar ketertinggalan, harus menghormati kontrak yang dimilikinya dengan negara-negara anggota Eropa, sebelum dapat terlibat lagi dalam mengekspor vaksin,” tegas Ursula von der Leyen, melansir Reuters (26/3).