Viral! Peyek Kacang ‘Go International’, Kelezatannya Tuai Pujian Chef Dunia

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Peyek kacang adalah salah satu camilan yang kerap dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bagi orang Indonesia, panganan satu ini mungkin sudah dianggap biasa ya, tapi ternyata bagi orang luar negeri yang baru mencoba makanan ini dianggap begitu luar biasa.

Terlihat dari video yang baru-baru ini viral. Dalam video tersebut, Tati Carlin seorang peserta Master Chef Australia yang berasal dari Indonesia menuai pujian dari para juri chef internasional lantaran peyek kacang buatannya.

Peyek kacang buatannya bahkan mendapat pujian dari chef terkenal dunia, Matt Preston. “Wow ini enak,” kata Maat usai mencicipi peyek buatan Tati.

Matt Preston semakin tercengang setelah Tati menjelaskan bahwa dalam peyek buatannya itu terdapat rempah berupa kemiri.

“Nenek saya selalu bilang jangan lupa untuk menaruh kemiri karena itu akan membuat rasanya semakin nikmat dan juga renyah,” kata Tati, dikutip Rabu, 29 Mei 2019.

“Benaran ini kemiri?” tanya Che Matt Preston.

“Ya. Kau suka?” tanya Tati.

“I love it,” jawab Chef dunia tersebut.

Video Tati Carlin yang menyajikan peyek kacang di ajang MasterChef Australia itu pun beredar luas di jagad maya. Netizen pun ramai-ramai berkomentar dan mengungkapkan ikut bangga lantaran makanan khas Indonesia bisa ‘go international’.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini