Dokter Surabaya Ini Ajak Vaksinasi Covid19 Atau Pandemi Selesai 10 Tahun Lagi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Seorang health educator, dr RA Adaninggar mengajak  masyarakat melakukan vaksinasi Covid19, karena dengan laju vaksinasi di seluruh dunia sekarang baru bisa terbebas dari penyakit itu 7 tahun lagi. Indonesia bahkan membutuhkan lebih dari 10 tahun.

The choice is yours (Pilihan ada di tangan anda). Mau turut menyukseskan program cakupan vaksin atau tidak mau vaksin yang tentunya akan semakin memperlambat tercapainya cakupan vaksin? Tidak ada yang instant ya. Semua butuh tahapan dan usaha. Tinggal mau atau enggak berusaha ?,” kata perempuan yang dipanggil Ning itu kepada Mata Indonesia News, Minggu 7 Februari 2021.

Dokter spesialis penyakit dalam yang kini menghabiskan waktunya mengedukasi masyarakat perihal Covid19 tersebut mengutip data dari Universitas Johns Hopkins yang diunggah Straits Times, 5 Februari 2021.

Dalam data itu, angka vaksinasi dunia baru mencapai 4,5 juta dosis per hari. Untuk mencapai 75 persen kekebalan komunal universitas itu menghitung setidaknya membutuhkan waktu 7 tahun jika kemajuan vaksinasi seperti sekarang.

Data itu mencatat dua negara yang diprediksi tercepat menyelesaikan penyuntikan vaksin kepada 75 persen pendudukknya. Keduanya adalah Israel dan Uni Emirat Arab.

Mereka hanya membutuhkan waktu 2 bulan karena jumlah dosis vaksin yang disuntikkan per hari sudah di atas 100 ribu orang. Penduduk Israel dan Uni Emirat Arab berdasarkan perkiraan masing-masing sekitar 9 juta jiwa.

Sedangkan negara yang diperkirakan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk menyelesaikan vaksinasi selain Indonesia adalah India dan Rusia.

India baru memvaksin 299.082 orang dari 1,3 miliar penduduknya. Sedangkan Rusia baru 40 ribu warga dari 150 jutaan penduduknya dan Indonesia baru dicatat melakukan 60.433 penyuntikan vaksin dari 271 juta pendudukknya.

Menurut Adaninggar, perhitungan Universitas Johns Hopkins tersebut mungkin belum memperhitungkan mutasi virus. Jadi semakin lama menunda vaksinasi semakin besar risiko mutasi akibat penularan yang terus terjadi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini