Mengenang Pram dan Karya Tetraloginya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA- Siapa yang tidak kenal Pramoedya Ananta Toer ? Karya terkenalnya Bumi Manusia baru saja dijadikan film di layar lebar dan banyak digemari orang, tentunya banyak menuai Pujian pula. Pram Lahir pada tanggal 6 Februari 1925 dan meninggal dunia pada Minggu 30 April 2006.

Pria kelahiran Blora, Jawa Tengah ini dianggap sebagai salah satu pengarang paling produktif dalam sejarah  sastra Indonesia. Pram merupakan anak sulung, ayahnya adalah seorang guru dan ibunya seorang penjual nasi. Pria ini menempuh pendidikan di Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya.

Setelah lulus, ia memulai kariernya sebagai juru ketik di kantor berita, Jepang, Domei pada 1942. Di samping menulis, Pram juga pernah bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selama mengikuti militer itu ia berhasil menulis cerpen dan buku. Pada tahun 1948-1949, ia pernah dipenjara oleh Belanda di Jakarta karena dianggap membangkang. Meski begitu, Pram tetap mampu menciptakan banyak tulisan di balik jeruji besi.

Kemudian, pada tahun 1966,  Pram ditangkap pemerintah Orde Baru atas keterlibatannya di Lembaga Kebudayaan Jakarta (Lekra). Lekra dianggap terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia ditahan di Pulau Buru selama 14 tahun. Di sana ia menulis banyak karya, seperti Tetralogi Buru, Arus Balik, Arus Dedes, dan beberapa karya lainnya. Pemerintah Orde Baru membebaskan Pram ada tahun 1979 namun malah menjadikannya tahanan kota.

Lalu, pada akhir tahun 1999, Pram diundang Abdurrahman Wahid (Gusdur) ke Wisma Negara saat Gusdur sudah menjadi presiden keempat RI. Ia diundang dalam rangka mendiskusikan konsep Indonesia sebagai Negara Maritim. Padahal biasanya orang-orang yang dianggap terlibat dengan Lekra akan dibungkam pendapatnya.

Novel karya Pram banyak beredar tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Mahasiswa di Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Belanda, dan negara lainnya  sangat akrab dengan karya-karya Pram. Namun, sayangnya pada 8 Juni 1988, novel Rumah Kaca dilarang beredar oleh Jaksa Agung Sukarton. Pada Agustus 1988, hal sama juga berlaku untuk novel Gadis Pantai. Jaksa Agung juga melarang peredaran buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu pada April 1995.

Selama rezim masa Orde Baru, informasi tentang dirinya dan karya-karyanya sangat sulit diperoleh. Hingga akhir hayatnya pada 29 April 2006 pelarangan atas buku-buku Pram belum juga resmi dicabut pemerintah Indonesia.

Pelarangan itu dikarenakan keaktifan Pram di masa lalu ketika ia masih terlibat dengan Lekra. Dulu ia sangat aktf menyerang sastrawan penganut paham humanisme universal, terutama penandatangan Manifes Kebudayaan.

Beberapa karya Pram yang telah berhasil ia ciptakan antaranya, Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980, Rumah Kaca (1988), Jejak Langkah (1985), Gadis Pantai (1987), Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1 (1988), Jang Sudah Hilang (2004), The Fugitive (1950), Bukan Pasar Malam (1951), Cerita dari Blora (1952), dan masih banyak lagi.

Reporter : Anggita Ayu Pratiwi

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini