MATA INDONESIA, JAKARTA – Sejatinya sebuah lagu diciptakan agar bisa dinikmati penggemarnya. Tak jarang sebuah lagu bisa menjadi ‘lagu kebangsaan’ bagi penggemarnya tersebut.
Seperti halnya lagu My Generation yang dibawakan The Who langsung menjadi ‘lagu kebangsaan’ kaum muda yang terpinggirkan.
Menarik untuk dipertanyakan mengapa sebuah lagu dapat menjadi ‘lagu kebangsaan’? Setiap dekade, sebuah lagu hadir seperti bata yang dilemparkan ke jendela dan menyampaikan pesan yang dalam beberapa menit merangkum pemikiran suatu generasi.
Lagu My Generation bermula ketika Pete Townsend, gitaris The Who merasa kesal lantaran mobilnya – sebuah mobil jenazah – diderek atas perintah Ibu Suri. Ia merasa muak melihatnya setiap meluncur menuju istana Buckingham, mobil tersebut mengingatkannya pada pemakaman suaminya.
Beberapa dekade sejak My Generation dirilis, ada sejumlah lagu yang telah mengalami peningkatan status sebagai ‘lagu kebangsaan’ generasi muda. Berikut ulasannya.
Say It Loud – I’m Black and I’m Proud, James Brown (1968)
Setelah pembunuhan Martin Luther King, pernyataan tentang kebangsaan ras telah membuka pintu gerakan kekuatan orang hitam dan menandai sebuah pergeseran dalam pergerakan hak-hak sipil. Lagu ini menjadi slogan di ruang kelas dan gedung konser, dan terus hidup dalam lagu hip-hop yang tak terhitung banyaknya.
I’m Eigtheen, Alice Cooper (1970)
Gaya teatrikal penyanyi rock yang mengejutkan ini ditampilkan bersama dengan lagu-lagu yang berkata pada setiap orang yang pernah terjebak di tanah tak bertuan di antara masa remaja dan dewasa.
God Save the Queen, Sex Pistols (1976)
Seperti halnya The Who, Sex Pistols membidik Power That Be dan mengejek, “Tidak ada masa depan”. Dalam berbagai wawancara, Johnny Rotten mengutarakan keinginannya untuk “merusak segalanya”. Pernyataan itu merupakan trik marketing sekaligus provokasi yang serius. Tetapi, mereka yang terpinggirkan merangkul sikap tersebut, sedangkan pemerintah berusaha meredamnya.
The Messaage, Grandmaster Flash dan the Furious Five (1982)
Penyanyi rap Melle Mel berbicara pada mereka yang terjebak di musim panas yang panjang dan panas dari strategi ekonomi ‘trickle down effect’ ala Presiden Ronald Reagen, “Jangan paksa saya karena saya sudah berada di pinggir, saya coba untuk tidak kehilangan kepala.”
Fight the Power, Public Enemy (1989)
Lagu ini menguatkan film penting karya Spike Lee tentang hubungan ras di kawasan perkotaan, yaitu Do the Right Thing. Lagu ini juga menggemakan pernyataan Chuck D bahwa hip-hop telah menjadi ‘headline news’ stasiun TV tak kasat mata yang tidak dimiliki orang-orang hitam di Amerika.
Smells Like Teen Spirit, Nirvana (1991)
Menggeser generasi baby Boomers, Kurt Cobain menangkap momen Generasi X dan sikap skeptis, ketakutan dan humor hitam mereka, yang digarisbawahi oleh riff gitar yang memukau. “Kita di sini sekarang, hibur kami/saya merasa bodoh dan menular.”
Crazy, Gnarls Barkley (2004)
Dalam satu dekade ketika musik pop terpecah menjadi ribuan sub-kulkur, pasangan aneh Danger Mouse dan Cee-lo menyatukan semua orang dengan sebuah ‘lagu kebangsaan’ yang juga berkomentar tentang keadaan dunia.
Neighborhood #1, Arcade Fire (2004)
Ketika pemikiran tentang sebuah kelompok band rock yang menyatukan dunia mulai terdengar abad ke-20, grup dari Montreal ini habis-habisan menggarap album debut mereka. “Saya akan menggali terowongan dari jendela saya hingga ke jendelamu.”
Reporter: Afif Ardiansyah