Selain Trump, 3 Presiden AS Ini Juga Tidak Hadiri Pelantikan Penggantinya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump memastikan tidak hadir dalam pelantikan presiden terpilih Joe Biden. Ini merupakan pertama kalinya dalam 100 tahun, presiden yang lengser tidak menghadiri pelantikan penggantinya.

Padahal umumnya presiden yang lengser akan menyambut presiden terpilih dan akan pergi bersama ke Capitol untuk menghadiri upacara pelantikan.

Tindakan ini lumrah dilakukan bahkan ketika pergantian Presiden dari Barack Obama ke Donald Trump pada 2017 silam. Meski kerap berbeda pendapat namun Obama tetap menyambut Trump saat proses pergantian presiden.

Namun faktanya, Trump bukanlah presiden pertama yang tidak hadir pada pelantikan presiden terpilih. Tiga pendahulunya yang terlebih dulu melakukan hal yang sama yaitu John Adams, John Quincy Adams dan Andrew Johnson. Berikut kisahnya :

  1. John Adams

Pemilihan presiden tahun 1800 menjadi sejarah pertama ketidakhadiran presiden yang lengser pada pelantikan presiden terpilih. John Adams meninggalkan Washington pada pukul 4:00 pagi pada saat hari pelantikan, presiden terpilih Thomas Jefferson yang diselenggarakan pada 4 Maret 1801. Persaingan antar keduanya memang berlangsung sengit saat menuju kursi kepresidenan. Tensi yang tinggi antara keduanya bahkan berujung pada permusuhan hingga 12 tahun lamanya. Meski sempat mengalami hubungan buruk akhirnya Adams dan Thomas Jefferson mendeklarasikan perdamaian dan memutuskan menjalin hubungan baik pada tahun 1812.

  1. John Quincy Adams

Anak dari John Adams, John Quincy Adams juga pernah bersitegang dengan Andrew Jackson. Keduanya bersaing sengit pada pemilihan presiden AS tahun 1825-1829. Tahun 1824, John Quincy Adams berhasil memenangi pemilihan dan mengalahkan Jackson. Namun kemenangan Adams dianggap tidak adil oleh Jackson karena diduga terdapat kecurangan. Hingga pada akhirnya Jackson bisa melengserkan Adams di tahun 1828 dari kursi kepresidenan. Sebagai upaya “balas dendam” Adams tidak menghadiri pelantikan Jackson dan langsung bertolak dari Washington sehari sebelum hari pelantikan.

  1. Andrew Johnson

Andrew Johnson merupakan presiden pertama Amerika Serikat yang dimakzulkan oleh DPR Amerika Serikat 152 tahun yang lalu. Pemakzulan terhadap dirinya dilatarbelakangi pelanggarannya terhadap Tenure of Office Act, yaitu sebuah aturan yang melarang Presiden mengambil keputusan untuk memberhentikan pejabat tertentu tanpa keputusan Senat.

Pada tahun 1868, Johnson kembali mencalonkan diri sebagai Presiden namun Partai Demokrat tidak mengusung dirinya. Saat itu rivalnya yaitu Ulysses S. Grant dari Partai Republik yang memenangi kontestasi pemilu.

Alhasil Johnson lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaan terakhirnya sebagai Presiden kemudian membereskan semua perlengkapannya di Gedung Putih.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini