Ngeri, Kim Jong-un Akan Hukum Warganya yang Mengadopsi Gaya Korsel

Baca Juga

MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Korea Utara sepertinya tak ingin terkontaminasi dengan segala hal yang berbau negara tetangganya, Korea Selatan. Tak main-main, Pyongyang akan memberikan denda besar atau penjara bagi warganya yang tertangkap basah menikmati hiburan atau hanya sekadar meniru gaya bicara Korea Selatan.

Sebuah undang-undang pemikiran anti-reaksioner baru diberlakukan akhir tahun lalu. Dan pekan ini, rincian baru dilaporkan oleh Daily NK –sebuah situs web yang berbasis di Seoul yang melaporkan kabar tersebut berdasarkan sejumlah sumber di Korea Utara.

Hukuman tersebut berlaku bagi orang tua yang anaknya melanggar dan kurungan penjara selama 15 tahun akan diberikan bagi mereka yang tertangkap mengunjungi Korea Selatan. Ini menunjukkan, betapa khawatirnya pemerintah Korea Utara akan pengaruh dari Selatan yang lebih kaya dan demokrastis.

Penggunaan istilah “oppa” dan “dong-saeng” yang akrab di Selatan juga mendapat larangan di Utara. Hal ini termasuk dalam pernyataan tertulis sang pemimpin, Kim Jong-un, meski Reuters tidak dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen.

Siapa pun yang mengimpor materi terlarang dari Korea Selatan akan menghadapi hukuman seumur hidup. Sementara mereka yang tertangkap mengimpor sejumlah konten dari Amerika Serikat dan Jepang berpeluang menghadapi hukuman mati!

“UU baru ini tampaknya meningkatkan sejumlah hukuman sambil memperketat pembatasan dalam perang jangka panjang pemerintah terhadap informasi luar. Semua itu berperan dalam kepekaan jangka panjang terhadap generasi muda, terutama yang disesatkan dan melepaskan diri dari revolusi sosialis yang mulia akibat terganggu oleh pengaruh yang mewah tetapi korup ini,”kata Sokeel Park dari Liberty in North Korea.

“Pada siang hari warga menerikkan ‘Hidup Kim Jong-un’. Namun, pada malam hari mereka menonton drama dan film Korea Selatan,” ungkap pembelot Korea Utara pertama yang terpilih menjadi anggota parlemen di Korea Selatan, Tae Yong-ho.

Pada kesempatan yang sama, Kim berjanji pada kongres Partai Buruh akan memperluas jaringan nirkabel dan meningkatkan siaran agar dapat melayani warga Korea Utara dengan lebih baik.

“Diperlukan penyesuain kembali pada sistem penyiaran kabel dan penyiaran TV, memasang teknologi yang relevan dengan tingkat yang lebih tinggi, dan menyajikan kapasitas penuh bagi warga di seluruh negeri dari kota hingga desa terpencil untuk menikmati kehidupan budaya dan emosional yang lebih baik,” tutur Kim.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini