Jokowi Divaksin, Netizen Salfok: Dokternya Tremor Parah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hari ini akan menjadi momen yang dinanti-nantikan masyarakat Indonesia. Rabu, 13 Januari 2021 ini Presiden RI Joko Widodo melakukan vaksinasi dan menjadi orang pertama yang mendapatkan vaksin Covid-19 di Indonesia.

Momen bersejarah itu juga turut dirasakan warganet. Mereka riuh di sosial media soal vaksinasi tersebut. Termasuk membagikan cuitannya di Twitter.

Alih-alih fokus pada Jokowi yang sudah divaksin, warganet justru salah fokus dengan tangan seorang dokter yang menyuntikkan vaksin ke Jokowi. Mereka mengatakan, dokter tersebut sangat grogi sampai tremor saat melakukan tugasnya.

Sontak, cuitan mereka membuat nama Jokowi menjadi trending topic di Twitter. Meski banyak yang salah fokus dan melemparkan guyonan saat vaksinasi itu, ada pula dari mereka yang megucapkan dukungan untuk Jokowi sebagai orang pertama di Indonesia yang divaksin.

 

Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama di Indonesia yang bersedia di vaksin Covid-19. Prosesi vaksinasi itu berlangsung hari ini, Rabu 13 Januari 2021 pukul 09.00-10.00 WIB.

Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono, mengatakan Jokowi melakukan vaksinasi tersebut di Istana Negara. Ia juga menyampaikan vaksinasi pada hari ini hanya untuk Presiden Jokowi. Para menteri Kabinet Indonesia Maju akan divaksin dalam waktu dekat, tetapi, belum ditentukan hari dan waktunya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini