Sempat Ditolak UGM, Eddy Hiariej Kini Jabat Dua Gelar Prestigius

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Edward Omar Sharif Hiariej atau akrab disapa Eddy Hiariej, dilantik menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM (wamenkumham) oleh Presiden Joko Widodo, pada Rabu, (23/12).

Nama Eddy Hiariej sebelumnya dikenal sebagai saksi ahli Jokowi-Maruf Amin dalam sengketa hasil pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi. Guru Besar Ilmu Hukum Pidana di Universitas Gadjah Mada ini lahir di Ambon, 10 April 1973.

Meski tergolong muda, Eddy sering terlibat sebagai saksi ahli di berbagai persidangan. Salah satunya adalah ketika ia bersaksi pada kasus yang menjerat Basuki Tjahja Purnama (Ahok) pada 2017.

Namun, kehadiran Eddy Hiariej pada saat itu sempat menimbulkan persoalan yang membuat jaksa penuntut hukum menolak kesaksian Eddy. Pasalnya, ia sempat menghubungi jaksa dan menyatakan bahwa dirinya akan diajukan sebagai saksi ahli oleh penasihat hukum jika jaksa tak menghadirkannya sebagai ahli.

Setelah lulus SMA pada 1992, Eddy memutuskan untuk memasuki Fakultas Hukum UGM. Namun, ia gagal tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Tahun berikutnya, ia tidak menyia-nyiakan kesempatannya. Eddy pun berhasil diterima di universitas yang berada di Yogyakarta.

Usai menyelesaikan pendidikannya, Eddy memutuskan menjadi dosen di almameternya. Ia mengikuti tes penerimaan tes pada 19 November 1998 dan diumumkan pada 6 Desember 1998. Maka per hari tersebut, Eddy aktif sebagai asisten sampai SK pengangkatannya terbit pada 1 Maret 1999.

Eddy Hiariej berhasil meraih gelar magister pada 2004. Sementara gelar doktor, ia raih pada 2009 di kampus yang sama. Eddy berhasil mendapatkan gelar tertinggi di bidang akademik dalam usia yang terbilang muda. Pada usia 37 tahun, ia mendapatkan gelar profesor dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Capaian tersebut tidak lepas dari prestasi ketika menempuh pendidikan jenjang doktoral. Ia berhasil menyelesaikannya dalam waktu yang sangat singkat, yaitu hanya dalam waktu 2 tahun 20 hari.

Kendati kini bergabung dalam pemerintahan, Eddy merupakan salah satu sosok yang mengkritik Undang-Undang Cipta Kerja. Ia mengatakan, UU Cipta Kerja berpotensi menjadi ‘macan kertas’ karena tidak memiliki sanksi yang efektif.

Eddy juga menilai UU tersebut tidak sesuai prinsip titulus et lex rubrica et lex, yang berarti isi dari suatu pasal itu harus sesuai dengan judul babnya. Ia menambahkan ada kesalahan konsep penegakkan hukum dalam UU Cipta Kerja, terutama terkait pertanggungjawaban korporasi ketika melakukan pelanggaran.

Dalam kementerian, ia akan menemani Menkumham Yaonna H. Laoly menangani segala persoalan, mulai peraturan perundang-undangan, administrasi badan hukum, imigrasi, hingga urusan lembaga permasyarakatan. Ia menjadi Wamenkumham pertama sejak jabatan tersebut ada di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II di bawah pemerintahan Prseiden Susilo Bambang Yudhoyoono.

Reporter: Afif Ardiansyah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemimpin Terpilih Pilkada 2024 Diharapkan Menyatukan Aspirasi Semua Pihak

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa pemimpin daerah yang terpilih dalam Pilkada Serentak 2024 harus mampu menyatukan seluruh...
- Advertisement -

Baca berita yang ini