Samuel Eto’o Kecelakaan, Mobilnya Ringsek

Baca Juga

MATA INDONESIA, YAOUNDE – Mantan pemain Barcelona, Samuel Eto’o mengalami kecelakaan mobil cukup parah. Meski demikian, Eto’o dalam kondisi stabil.

Kecelakaan terjadi di kampung halaman Eto’o di Kamerun. Pria 39 tahun itu disebut sedang mengendarai mobil menuju rumah setelah menghadiri pernikahan kerabat. Dalam perjalanan, mobil Eto’o ditabrak oleh bus, Minggu 8 November 2020 pagi waktu setempat.

Eto’o mengalami cedera di bagian kepala dan langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan instensif. Kabarnya kondisi Eto’o saat ini sudah membaik dan dalam kondisi stabil.

Jurnalis asal Kamerun, Martin Camus memposting foto kondisi mobil Eto’o yang ringsek di bagian depan.

“Saya bisa konfirmasi bahwa Eto’o baik-baik saja. Kami sudah bicara. Dokter sudah menangani dan melakukan pemeriksaan,” tulis Camus, dikutip dari The Sun, Senin 9 November 2020.

Jika dilihat dari kondisi mobil, Eto’o termasuk beruntung karena tidak mengalami luka parah. Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari Eto’o, kerabat, atau keluarga.

Eto’o menghabiskan lima musim bersama Barcelona sebelum pindah ke Inter Milan di 2009 dimana dia menjadi bagian skuat Jose Mourinho yang meraih treble winners. Eto’o juga pernah main di Chelsea, Everton, Anzhi Makhachkala dan mencatatkan 118 penampilan bersama Kamerun.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini