MINEWS, JAKARTA – Jika ada yang bertanya siapa bandar yang pertama kali mengedarkan narkoba di Indonesia, jawabannya Belanda!. Sebab selama menjajah negeri ini, Belanda berbisnis narkoba jenis opium.
Hasil penjualan narkoba itu, digunakan untuk membiayai perang kolonialnya. Ewald Vanvugt mengatakan dalam tulisan yang ditayangkan di Javapost.nl, meski tidak pernah sebuah buku menceritakan perdagangan opium Belanda di Asia, namun dirinya menemukan fakta menarik.
“Ada fakta yang hampir tak terbayangkan bahwa pemerintah membiayai penaklukan kolonial dan pasukan pendudukan dengan keuntungan perdagangan opium,” kata Ewald.
Dari informasi bacaan yang didapat di perpustakaan Bali, Ewald mengatakan bahwa pada periode tahun 1984 saat VOC di bawah pemerintahan Raja William I, mereka mempertahankan monopoli perdagangan opium di Hindia Timur. Keuntungan opium inilah yang sumber utama uang tunai untuk membayar militer dan sipil.
Sayangnya buku-buku sejarah Belanda tidak menyebutkan apapun tentang ini. Para sejahrawan pun juga tidak tahu apa-apa tentang hal ini, dan hanya sedikit orang yang masih mengetahui sejarah opium dan perang yang mengerikan ini.
Akhirnya Ewald pun mengambil sebuah buku yang berjudul eel 1 van de Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Neêrlandsch-Indië (1853). Buku setebal 140 halaman itu berisikan tentang perdagangan opium di Hindia Belanda selama 250 tahun, dari periode awal VOC sampai di bawah raja.
Dalam buku tersebut menceritakan bahwa pada abad ke-19, angkatan laut kolonial sering berperang di pantai utara Jawa dengan kapal-kapal dari Bali. Pulau Dewata ini pun menjadi titik fokus bagi perdagangan senjata dan opium Belanda.
Belanda sebelumnya menaklukkan Bali dengan membunuh ratusan orang 20 September 1906. Teka-tekinya adalah apa yang membuat pemerintah Belanda menaklukkan Bali? Pihak berwenang kolonial saat itu ingin menentukan batas-batas dan menghapus hak tradisional Bali untuk menjarah kapal-kapal yang terdampar. Tapi jelas ada kepentingan tersembunyi, yakni opium.
Perpustakaan kolonial di Belanda juga memiliki banyak bukti tentang peran kunci opium dalam sejarah Hindia Belanda dan koherensi perdagangan opium negara dan penaklukan terus-menerus di wilayah luar. Pernah ada pemimpin redaksi media Bataviaasch Nieuwsblad , JF Scheltema, kehilangan pekerjaan dan jabatannya di masyarakat melalui kritiknya terhadap politik opium.
Rasa penasaran Ewald pun tak berhenti sampai disitu saja. Ia lantas berkunjung ke perpustakaan Tropical Institute, University of Amsterdam dan Royal Institute for Language, Land and Ethnology di Leiden. Kunjungan tersebut untuk menguji sejarah opium yang ditemukan di Bali dalam buku-buku terbaru.
“Dan yang mengejutkan saya bahwa di banyak buku dan terbitan yang terbit di Belanda setelah tahun 1950 tentang Hindia Timur, perdagangan opium sangat menguntungkan di Asia, namun mereka berhasil menghapus masa lalu hitam tersebut,” kata Ewald.
Pada tahun-tahun awal VOC di abad ke-17, kapten VOC dari Turki, Persia dan khususnya India membawa kasus opium. Seperti yang terjadi pada awal tahun 1613, VOC mengangkut sekitar 200 pon amfibi ke Maluku. Hal itu dilakukan setelah Cornelis Speelman menaklukkan sebagian besar wilayah Jawa Tengah pada tahun 1677. Ketika itu VOC menggunakan hak eksklusif atas impor opium dari China.
Perdagangan opium ini tetap menjadi sumber pendapatan penting. Asal tahu saja, pada tahun 1826, Raja William I memutuskan bahwa Perusahaan Perdagangan Belanda (NHM), yang didirikan dua tahun lalu, diberi monopoli atas penjualan opium untuk Jawa dan Madoera selama tiga tahun mulai 1 Januari 1827.
Antara 1825 dan 1833, total keuntungan bersih NHM sekitar enam juta gulden, setengahnya diperoleh dari perdagangan opium. Kenaikan kekayaan dan kekuatan bandar China merupakan masalah besar bagi pemerintah Belanda.
Pada tahun 1894 Belanda memulai sebuah persidangan, untuk sementara waktu secara eksklusif di pulau Madoera, dengan Kantor Pengendalian Opium. Dengan layanan ini, pemerintah memperluas monopoli negara dalam perdagangan opium ke perdagangan eceran untuk pertama kalinya.
Untuk mendukung rencana tersebut, maka Belanda membuat pabrik opium mentah atau disebut rookopium di perkebunan Struiswijk di distrik Meester Cornelis dekat Batavia. Mereka pun mempekerjakan pegawai negeri dengan gaji tetap dan berhak menjual candu legal ini langsung ke pengguna di lokasi penjualan opium resmi.