Penghargaan UEFA 2020 Didominasi Punggawa Bayern Munchen

Baca Juga

MATA INDONESIA, JENEWA – Penghargaan UEFA 2020 didominasi oleh para punggawa Bayern Munchen. Manuel Neuer terpilih menjadi kiper terbaik dan Joshua Kimmich didaulat menjadi bek terbaik. Selanjutnya sang pelatih Hans-Dieter Flick juga terpilih sebagai pelatih terbaik UEFA.

Penghargaan ini diberikan bersamaan dengan acara pengundian grup Liga Champions 2020/2021 di Jenewa, Kamis 1 Oktober 2020.

Tak ketinggalan ada nama Robert Lewandowski. Penyerang asal Polandia ini sukses merengkuh dua gelar yakni Pemain Terbaik UEFA dan Penyerang Terbaik Liga Champions 2019/2020.

Selanjutnya untuk gelar gelandang terbaik liga Champions 2019/2020 diraih oleh gelandang Manchester City Kevin de Bruyne.

Pada kategori putri, Pernile Harder yang memecahkan rekor transfer pesepak bola saat ditransfer Chelsea dari Wolfsburg dengan nilai transfer lebih dari 250 ribu pound, terpilih sebagai Pemain Terbaik UEFA.

Sebagaimana Lewandowski, Harder juga memenang dua gelar pada malam penghargaan ini. Selain sebagai Pemain Terbaik UEFA putri, pemain Denmark itu juga terpilih sebagai Penyerang Terbaik putri di Liga Champions.

Berikut daftar lengkap penerima penghargaan UEFA 2019/20:

Pemain Terbaik UEFA Putra: Robert Lewandowski (Bayern Munchen)
Pemain Terbaik UEFA Putri: Pernille Harder (Wolfsburg/Chelsea)

Pelatih Terbaik UEFA Putra: Hansi Flick (Bayern Munchen)
Pelatih Terbaik UEFA Putri: Jean-Luc Vasseur (Olympique Lyon)

Kiper Putra Terbaik Liga Champions 2019/20: Manuel Neuer (Bayern Munchen)
Kiper Putri Terbaik Liga Champions 2019/20: Sarah Bouhaddi (Olympique Lyon)

Bek Putra Terbaik Liga Champions 2019/20: Joshua Kimmich (Bayern Munchen)
Bek Putri Terbaik Liga Champions 2019/20: Wendie Renard (Olympique Lyon)

Gelandang Putra Terbaik Liga Champions 2019/20: Kevin de Bruyne (Manchester City)
Gelandang Putri Terbaik Liga Champions 2019/20: Dzsenifer Marozsan (Olympique Lyon)

Penyerang Putra Terbaik Liga Champions 2019/20: Robert Lewandowski (Bayern Munchen)
Penyerang Putri Terbaik Liga Champions 2019/20: Pernille Harder (Wolfsburg/Chelsea)

Anugerah Presiden UEFA: Didier Drogba

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini