MATA INDONESIA, JAKARTA – Tradisi pemakaian koteka tampaknya bakal punah. Sebab generasi milenial Papua, khususnya di lembah Baliem atau Wamena, tampaknya sudah meninggalkan pakaian tradisional khas tersebut.
Arkeolog Papua Hari Suroto mengatakan saat ini hanya generasi tua dari Suku Dani saja yang mengenakan koteka. Kondisi itu membuat dirinya prihatin mengaku prihatin berkurangnya generasi muda untuk menggunakan pakaian tradisional tersebut.
Asal tahu saja, Koteka terbuat dari sejenis buah labu atau nama latinnya Melongena L, yang digunakan untuk menutup aurat seorang pria. Buah labu ini oleh Suku Dani di Kampung Parema, Distrik Wesaput, Kabupaten Jayawijaya, ditanam di pekarangan rumah mereka.
Tradisi berkoteka sebenarnya dapat dijadikan sebagai obyek studi komparatif tentang pakaian pada masa prasejarah di pegunungan Papua.
“Kini tradisi penggunaan koteka mulai berkurang. Itupun hanya di kampung-kampung yang jauh dari kota. Generasi muda Suku Dani sudah tidak atau jarang mengenakan koteka lagi,” kata Hari di Papua, Minggu 14 Juli 2019.
Kata dia, koteka kebanyakan ditemui hanya dipakai dalam acara Festival Budaya Lembah Baliem saja yang dipusatkan di Kampung Walesi, Kabupaten Jayawijaya. Tetapi ada juga penggunaanya bisa ditemui di kampung-kampung terjauh.
“Sehingga pengguunaan koteka dan pohon labu perlu dilestarikan. Untuk itu koteka perlu diusulkan sebagai warisan dunia UNESCO,” katanya.
Untuk menjaga kelestariannya, Hari mengusulkan agar masyarakat mengenakan koteka setiap hari atau dalam acara adat. “Atau jika ada siswa atau mahasiswa masuk ruang kelas bisa berkoteka. Sebagai dosen saya memperbolehkannya, bagi saya koteka itu sama halnya dengan batik,” katanya.