MATA INDONESIA, JAKARTA – Keputusan sidang isbat yang dilakukan oleh Kementerian Agama pada Jumpat, 1 April 2022 memutuskan bahwa 1 Ramadhan jatuh di hari Minggu, 3 April 2022.
Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi umat Islam di seluruh dunia. Hal tersebut dilakukan secara 30 atau 29 hari penuh pada bulan Ramadhan dari sebelum matahari terbit hingga terbenam.
Namun, ada beberapa golongan (dalam kondisi tertentu) yang dibolehkan untuk tidak berpuasa. Dengan syarat, puasa yang tidak bisa dilaksanakan tersebut harus diganti dengan amalan yang lain.
Berikut adalah golongan yang diperbolehkan untuk tidak menunaikan puasa, beserta cara menggantikannya.
Orang sakit dan tidak memungkinkan untuk berpuasa, boleh meninggalkan puasa. Namun, ketika ia sudah sembuh, maka ia harus menggantinya dengan qadha atau fidyah berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Jika penyakit yang diderita sangat sulit untuk sembuh, maka boleh menggantinya dengan fidyah.
Fidyah adalah suatu pengganti atau tebusan yang membebaskan umat muslim dari hutang ibadah yang ditinggalkannya. Pengertian fidyah juga berarti memberikan makan satu orang miskin untuk mengganti satu hari puasa.
Fidyah wajib diberikan kepada fakir atau miskin, tidak diperbolehkan untuk golongan mustahiq zakat yang lain, terlebih kepada orang kaya. Dilansir dari situs BAZNAS, menurut Ulama Hanafiyah, kadar dan jenis fidyah yang ditunaikan adalah 2 mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan atau setara 1/2 sha’ gandum.
(Jika 1 sha’ setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha’ berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.
Orang tua yang sudah lanjut usia terkadang kondisi tubuhnya lemah dan sakit-sakitan. Sebagian dari mereka sudah tidak kuat untuk menjalankan ibadah puasa. Oleh karena itu, mereka diperbolehkan untuk tidak melaksanakan ibadah puasa.
Meskipun begitu, mereka tetap harus mengganti hutang puasanya dengan membayar fidyah kepada fakir atau orang miskin.
Orang yang melakukan perjalanan jauh atau musafir, ketika bulan puasa mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa. Namun, mereka akan tetap mempunyai pilihan untuk berpuasa atau tidak.
Dilansir dari situs Dompet Dhuafa, tetap ada ketentuan bagi para musafir yang boleh meninggalkan puasa, yaitu sebagai berikut:
Jika meninggalkan puasa, para musafir ini juga wajib membayar hutang ibadah puasanya dengan qadha, yaitu mengganti puasanya di lain hari di luar bulan Ramadhan.
Seorang perempuan yang sedang hamil atau menyusui juga diperbolehkan untuk tidak melakukan puasa Ramadhan. Wanita pasca melahirkan yang sedang nifas juga tidak wajib berpuasa. Jika berpuasa puasanya pun tidak sah bahkan dianggap haram hukumnya.
Bagi yang merasa kehamilan atau kondisi menyusui sangat berat atau memiliki sejumlah komplikasi kesehatan, maka bisa mendapat keringanan untuk tidak berpuasa Ramadan. Sebagai gantinya, mereka harus mengqadha puasanya atau membayar dengan fidyah.
Perempuan yang sedang datang bulan atau haid tidak wajib berpuasa Ramadhan. Jika memaksa, maka puasanya tidak sah, bahkan hukumnya dianggap haram.
Namun, perempuan yang sedang haid tetap bisa mengumpulkan pahala selain puasa, yaitu dengan zikir, berdoa, dan kegiatan positif lainnya.
Mereka tetap harus menggantikan jumlah puasa yang ditinggalkan selama berapa hari dan menggantinya dengan qadha. Namun, Jika hutang puasa belum lunas hingga Ramadhan di tahun depan, maka ia wajib fidyah sekaligus qadha.
Reporter: Dinda Nushinta