MATA INDONESIA, JAKARTA – Jelang hari raya Idul Fitri, beragam tradisi khas lebaran mulai bermunculan. Mulai dari tradisi membeli baju baru, menyiapkan rendang dan ketupat, hingga kue kering.
Satu lagi tradisi lebaran yang semakin tren khususnya di tahun 2021 ini ialah hampers-hampers unik dan mewah.
Hampers adalah sebutan untuk sekumpulan barang yang dikemas sebagai bingkisan. Tren mengirim hampers lebaran kini semakin populer dan digandrungi banyak orang, khususnya kaum milenial.
Di lihat dari unggahan influencer dan kaum milenial lainnya di sosial media, mereka seolah berlomba-lomba mengirimkan hampers terbaik untuk orang terkasih. Bahkan, sampai rela merogoh kocek cukup dalam hanya untuk sebuah hampers, lho!
Alhasil, momen tersebut mendadak jadi sorotan netizen. Mereka mulai mempertanyakan apakah tren hampers ini sebagai penyambung tali silaturahmi, atau hanya untuk ajang pamer semata?
Praktisi Psikolog, Intan Erlita pun buka suara atas fenomena tersebut. Ia mengatakan tren hampers ini merupakan hal yang positif, khususnya di masa pandemi di mana banyak orang belum bisa bertemu secara langsung saat momen hari raya.
“Dulu cenderung orang tua, atau yang udah kerja, sekarang yang muda-muda anak SMA juga ikut kirim hampers, ya karena ini bentuk mereka karena gak bisa ketemuan akibat kondisi pandemi. Akhirnya, ini (hampers) jadi suatu solusi bagi mereka,” kata Intan saat dihubungi tim Mata Indonesia, Selasa 11 Mei 2021.
Meski mengakui tren hampers ini positif, Intan tak memungkiri bahwa peran sosial media juga menjadi pemicu milenial berlomba-lomba memberikan hampers. Hal itu bisa berubah menjadi sisi negatif, jika kaum milenial memaksakan membeli hampers dengan budget yang tak sesuai.
“Kalo ada budgetnya dan mereka ingin bikin hampers yang ‘wow’, ya boleh aja. Tapi, jangan sampai kirim mengirim hampers ini menjadi hal yang tadinya indah, jadi tidak baik kalau kita kirim hampers sampai harus ngutang, jadi harus dipikirkan juga” ucap Intan.
Intan menegaskan, bahwa tren kirim hampers ini tak menjadi tradisi yang buruk. Sebab, sejatinya tren ini merupakan hal yang positif, asal masyarakat khususnya kaum milenial mengerti dan mengukur batas kemampuan finansial mereka.
“Kalau memang ada budgetnya ya boleh banget bikin hampers, sah-sah aja. Selama budgetnya masih ada dan tidak memaksakan, ini kuncinya,” tutup Intan.