MATA INDONESIA, JAKARTA – Penganti baru atau pasangan baru, biasanya agak susah menahan hasrat, apalagi di bulan puasa. Padahal berhubungan badan termasuk hal yang membatalkan puasa.
Lalu, bagaimana dengan berciuman?
Banyak ulama memberikan pendapat yang berbeda-beda.
Berciuman tidak dapat masuk kategori sebagai hubungan badan. Ciuman dapat saja hanya sebatas ekspresi sayang dari suami atau istri kepada pasangannya, alih-alih hasrat untuk bersetubuh.
Nabi Muhammad mencium istri-istri beliau ketika tengah berpuasa. Dalam riwayat, kadang-kadang Rasulullah SAW mencium sebagian istri-istrinya, padahal beliau sedang berpuasa. (H.R. al-Bukhari 1793 dan Muslim 1851).
Riwayat lain yang dituturkan sendiri oleh istrinya Nabi SAW, Aisyah. “Rasulullah saw mencium dan mencumbu (dengan istrinya), padahal beliau sedang berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya di antara kamu sekalian”. (H.R. al-Bukhari 1792)
Dua riwayat menjelaskan bahwa berciuman bagi suami-istri yang tidak serta merta membatalkan puasa. Namun, secara etika sebaiknya di hindari. Selain bisa memancing untuk bertindak lebih jauh, juga demi menghormati puasa yang berarti menahan.
Dalam “Shiyam dan Shaum (Puasa Berganda)” oleh Quraish Shihab, shiyam dimaknai sebagai menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seks. Demi karena Allah sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Nah, berciuman, dapat dikatakan kurang etis, karena kita justru melakukan tindakan yang berpotensi membatalkan puasa atau tindakan yang menunjukkan kurangnya pengendalian hasrat, bukan menahannya.
Ada ulama yang berpendapat bahwa berciuman ketika puasa itu mubah atau boleh. Menurut Imam Ahmad, boleh mencium istri saat siang hari pada waktu puasa. Asalkan suami harus bisa menahan nafsunya.
Sedangkan menurut Imam Syafi’s, berciuman saat berpuasa tidaklah haram. Tapi, jika memang tidak bisa menahan hawa nafsunya, maka lebih baik tidak melakukan hal tersebut.
Imam Malik adalah salah satu ulama yang berpendapat bahwa berciuman di saat puasa hukumnya makruh. Satu pendapat dengan Imam Malik, Abu Hanifah punya pendapat yang sama. Bisa jadi tidak makruh, apabila bisa mengontrol nafsunya dan tidak mengeluarkan air mani atau sperma.
Karena itu, maka ulama memperingatkan pengantin baru atau yang masih muda untuk menunda ciuman dan cumbuannya hingga setelah berbuka. Serta menilai cumbuan di siang hari sebagai sesuatu yang sangat makruh, dan tidak baik.
Reporter : Alyaa