MATA INDONESIA, JAKARTA – Pelaku teror menggunakan strategi klandestin undercover agar bisa mengelabui masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya. Para teroris berpindah-pindah agar tidak bisa diketahui keberadaannya oleh aparat keamanan. Pengamat intelijen dan terorisme Ridlwan Habib mengatakan bahwa mereka juga tidak melakukan kekerasan supaya tidak diketahui.
“Ngga mungkin dia pindah kos-kosan terus dia kasih tahu saya punya pedang lho, saya punya bom rakitan lho. Saya punya gamis, ya ngga mungkin,” kata Ridlwan dalam Webinar bertema Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme: Menangkal Resiliensi Ancaman Teroris di Indonesia, Selasa 16 Maret 2021.
Mereka akan menyembunyikan senjatanya agar tidak terpantau oleh masyarakat di lingkungan sekitar. Hal inilah yang dilakukan oleh Zulkarnain dan Upik Lawanga di Lampung.
“Misalnya Upik Lawanga yang menyamar sebagai penjual bebek di Lampung, warga ngga lihat kekerasan di dalam Upik Lawanga, yang dia tahu Upik Lawanga adalah seorang penjual bebek,” kata Ridlwan.
Jadi penampilannya normal dan tidak menggunakan busana yang erat dengan kelompok ekstremis. Bahkan menurut riset yang dilakukan, Ridlwan menegaskan bahwa ada sebuah penyamaran dengan men-cat rambut.
“Supaya orang melihat ini wah anak gaul nih ngga mungkin teroris,” kata Ridlwan.
Maka Ridlwan menegaskan bahwa fenomena ini bisa menjadi tantangan bagi Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Esktremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN-PE) Tahun 2020-2024 untuk mendeteksi pelaku teror yang melakukan klandestin undercover dan berpenampilan normal.