MATA INDONESIA, JAKARTA – Kelompok terorisme memiliki daya tahan yang cukup tinggi dan bisa dianalogikan seperti sebuah perjalanan restoran atau rumah makan. Peneliti Center for Strategic International Studies Indonesia (CSIS) Alif Satria menjelaskan bahwa mereka terus berkembang karena belajar dari sebuah kegagalan pada awal pergerakan.
“Kelompok teroris sama seperti restoran, tahun pertama rentan gagal, tahun kedua semakin belajar, dan semakin baik,” kata Alif dalam Webinar bertema Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme: Menangkal Resiliensi Ancaman Teroris di Indonesia, Selasa 16 Maret 2021.
Analogi restoran ini mengacu pada perjalanan sebuah bisnis yang awalnya jatuh atau gagal namun semakin membaik pada tahun-tahun berikutnya.
Sama halnya seperti teroris yang awalnya rentan gagal namun pada tahun berikutnya akhirnya berhasil karena mereka semakin belajar.
“Bisnis restoran kan semakin mungkin mereka gagal, di tahun pertama rentan setelah berhasil dan semakin belajar,” kata Alif.
Namun ia menegaskan jika kegagalan yang dialami oleh para teroris tidak sekalipun meruntuhkan semangat dan militansi mereka. Bahkan berdasarkan penelitian, para kelompok teroris ini bisa beralih menjadi kelompok kriminal.
“Nyawanya sangat panjang hidupnya, yang lebih parah saat mereka kalah bukan berarti ancaman selesai penelitian menunjukkan terorisme bisa ke kelompok kriminal bisa menjadi Abu Sayyaf,” kata Alif.
Maka pada intinya para teroris yang mampu bertahan hidup, mereka dinilai mampu bertahan dalam durasi waktu yang panjang.