Waspada, Indonesia Jadi Salah Satu Incaran Serangan Siber Ransomeware

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Serangan ransomeware masih menghantui Indonesia. Berdasarkan riset terbaru dari Kaspersky, Indonesia adalah target terbesar kedua dalam upaya serangan siber ransomware di Asia Tenggara dalam 6 bulan terakhir 2020.

Kapersky mencatat total percobaan serangan ransome di Asia Tenggara dari Januari-Juni 2020 sebesar 831.105 percobaan dan telah diblokir. 298.892 di antaranya merupakan upaya terhadap pengguna di Indonesia.

“Ini bukan angka yang sedikit. Bukan hal yang simple, attacknya banyak,” ujar Territory Channel Manager untuk Indonesia di Kaspersky, Dony Koesmandarin, Rabu 2 September 2020.

Di posisi pertama terdapat Vietnam dengan 385.316 upaya serangan ransomware pada H1 2020. Kemudian, di urutan ketiga Thailand dengan 85.384 upaya serangan ransomware.

Selanjutnya, Malaysia, Filipina dan Singapura, masing-masing berada di urutan keempat, kelima dan keenam.

Dony mengatakan bahwa alasan serangan ransomeware di Indonesia begitu tinggi karena mayoritas masyarakat tidak tau untuk menghadapi serangan siber seperti ini.

“Individu menjadi kedua tertinggi karena tidak ada proteksi apapun,” kata Dony.

Meskipun deteksi ransomware di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019, yakni sebanyak 967.372 serangan.

Namun ada 49 persen dari upaya yang terdeteksi dari Januari hingga Juni 2020 ditargetkan pada sektor enterprise. Kemudian, diikuti oleh konsumen sebanyak 39,94 persen dan UKM sebanyak 2,13 persen.

Ransomware adalah jenis perangkat perusak yang dirancang untuk menghalangi akses kepada sistem komputer atau data hingga tebusan dibayar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

PPN Naik, Harga Meroket, Program MBG Kontroversi, Indonesia di Ambang Jurang?

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tahun 2024 menjadi tahun penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Indikasi kondisi kritis terlihat dari melambatnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya gelombang PHK, hingga penurunan kelas sosial kelompok menengah. Salah satu kebijakan terbaru yang menuai kontroversi adalah rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
- Advertisement -

Baca berita yang ini