Warga Pesisir Lebak Terbiasa dengan Gempa

Baca Juga

MINEWS, LEBAK – Warga pesisir selatan Kabupaten Lebak, Banten ternyata sudah terbiasa dengan gempa berkekuatan 5,2 skala richter. Kata Camat Wanasalam, Cece, bahkan nelayan dan warga sekitar tidak panik saat gempa yang terjadi pada Minggu 28 Juli 2019, pukul 21.25 WIB.

Cece menambahkan jika nelayan di pesisir pantai Muara Binuangeun pun masih beraktivitas melaut. Begitu juga kondisi masyarakat pesisir selatan relatif aman dan nyaman.

“Saya kira warga dan nelayan tidak panik dan merasakan getaran gempa karena lokasinya cukup berdekatan dengan pusat gempa,” katanya di Lebak.

Pihaknya juga memastikan gempa magnitudo 5,2 tidak menimbulkan kerusakan, meski lokasinya cukup berdekatan dengan pusat gempa Muara Binuangeun.

Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatalogi dan Geofisik (BMKG) pusat gempa berada 59 km barat daya Bayah-Banten 67 km Tenggara Muara Binuangeun-Banten 75 km barat daya Kabupatem Sukabumi, Jabar 146 km barat daya Serang, Banten dan 164 km barat daya Jakarta-Indonesia.

Gempa magnitudo 5,2 dengan kedalaman 10 kilometer dan berada pada koordinat Lintang 7.42 LS Bujur : 106.03 BT dan dinyatakan BMKG tidak berpotensi menimbulkan tsunami.

“Kami yakin pascagempa tidak ada kerusakan rumah warga maupun infrastruktur lainnya,” katanya.

Sementara Ketua Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) pesisir selatan Kabupaten Lebak Erwin mengatakan gempa dirasakan lemah dan tidak berpotensi tsunami.

Masyarakat pesisir selatan diminta tetap waspada sehubungan wilayah Perairan Samudra Hindia terdapat patahan gempa. Selama ini, pesisir selatan ada pertemuan Lempeng Indo-Australia di bagian selatan yang bergerak menekan Lempeng Eurasia di bagian utara dan adanya Lempeng Pasifik di bagian timur.

“Kami minta masyarakat tetap tenang dan tidak panik adanya gempa magnitudo 5,2 itu,” katanya.

Berita Terbaru

Pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat jadi Tonggak Pemerataan Pendidikan

Oleh: Didin Waluyo)* Komitmen pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan akses pendidikanyang lebih merata terlihat semakin nyata. Pemerintah akhirnya menetapkanDesember 2025 sebagai titik awal pembangunan Infrastruktur Sekolah Rakyat.  Langkah ini dipandang sebagai dorongan baru untuk menegaskan bahwapendidikan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir kelompok saja.Pembangunan ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkankualitas dan aksesibilitas pendidikan sebagai prioritas utama.  Pembangunan infrastruktur ini masuk dalam pembangunan tahap II yang dilakukandi 104 lokasi di seluruh Indonesia. Dengan memulai proyek pada akhir 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa percepatan pembangunan dapat segeradirasakan oleh masyarakat luas. Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, Pembangunan Sekolah Rakyat Adalah bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangunsumber daya manusia yang unggul. Ia menjelaskan bahwa Pembangunan tahap II dilakukan guna memperluas akses Pendidikan berkualitas bagi anak-anak darikeluarga kurang mampu.  Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian PU, total anggaran yang dialokasikan untuk percepatan pembangunan Sekolah Rakyat ini sebsar Rp20 triliun, yang mana biaya pembangunan diperkirakan Rp200 miliar per sekolah. Sementara itu 104 lokasi yang tersebar antara lain, 27 lokasi di Sumatera, 40 lokasidi Jawa, 12 lokasi di Kalimantan,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini